MyMil adalah bod perbincangan berkenaan ketenteraan, agensi2 penguatkuasaan yang ada di Malaysia dan juga di serata dunia. Daftar sekarang untuk menikmati paparan perbincangan berinformasi sambil bersantai. Ahli2 yg baru akan digugurkan daripada senarai sekiranya tidak aktif dalam masa yg terdekat. Berforumlah dengan berhemah.
Terima kasih.
Admin dan moderator MyMil
Important Notice: The views and opinions expressed on the forum or the related pages are of the owner alone, and are not endorsed by Mymil, nor is Mymil responsible for them. Due to the nature of the Internet forum is in real time, Mymil does not, and can not censor any submission, but asks that each user use discretion and respect for other users, and does not contribute any word that is unlawful, harmful, threatening, abusive, harassing, tortious, defamatory, vulgar, obscene, libelous, invasive of another's privacy, hateful, or racially, ethnically or otherwise objectionable. Mymil reserve the right to withhold and/or remove any link that might possibly hold an individual, entity or group ridicule, potential embarrassment or potential defamation. Mymil also reserves the right to accept, edit and/or remove any link that is deemed inappropriate in any way.
Malaysia's Military, Police and Security Agencies
Welcome to the battlefield, soldier!
MyMil adalah bod perbincangan berkenaan ketenteraan, agensi2 penguatkuasaan yang ada di Malaysia dan juga di serata dunia. Daftar sekarang untuk menikmati paparan perbincangan berinformasi sambil bersantai. Ahli2 yg baru akan digugurkan daripada senarai sekiranya tidak aktif dalam masa yg terdekat. Berforumlah dengan berhemah.
Terima kasih.
Admin dan moderator MyMil
Important Notice: The views and opinions expressed on the forum or the related pages are of the owner alone, and are not endorsed by Mymil, nor is Mymil responsible for them. Due to the nature of the Internet forum is in real time, Mymil does not, and can not censor any submission, but asks that each user use discretion and respect for other users, and does not contribute any word that is unlawful, harmful, threatening, abusive, harassing, tortious, defamatory, vulgar, obscene, libelous, invasive of another's privacy, hateful, or racially, ethnically or otherwise objectionable. Mymil reserve the right to withhold and/or remove any link that might possibly hold an individual, entity or group ridicule, potential embarrassment or potential defamation. Mymil also reserves the right to accept, edit and/or remove any link that is deemed inappropriate in any way.
Malaysia's Military, Police and Security Agencies
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Established on April 2010. MyMil is a hangout place where military enthusiasts meet, fully armed with mouse, keyboard and few cups of coffee.
Member2 baru diharapkan dapat perkenalkan diri masing2 di SINI terlebih dulu, terima kasih
To all MYMIL forumer please be very careful with all information posted, we don't to any vital information of our security forces or rumors circulating around that would bring a bad implications.
Kepada semua forumer MYMIL, diminta untuk berposting dengan lebih berhemah serta tidak mendedahkan atau menyebarkan informasi penting mengenai pasukan keselamatan atau sebarang khabar angin yang membawa implikasi yang teruk.
Kempen Anti Khabar Angin MYMIL sedang berjalan, sebarang post yang jatuh ke dalam kategori Khabar Angin akan dipadam tanpa sebarang amaran. Harap Maklum
Selamat menyambut HUT ke 80 Tentera Laut DiRaja Malaysia
MYMIL Anti Rumours Campaign is now in motion, any postage that fall under that condition will be edited and deleted without any warning. Please be advised
Off topics haven, borak sampai pengsan di Warung Kopi Pak Jabit!!
Mana2 posting yg bersifat provokasi, spam dan trol akan dipadam tanpa ragu2 lagi. Sila berposting dgn berhemah.
Kepada ahli2 yg tidak pernah aktif dan berposting dalam masa 20 hari dari tarikh pendaftaran keahlian anda akan DIGUGURKAN. Ini adalah untuk menggalakan forumer untuk lebih aktif berforum.
To all new forumer without any post (post = 0), your membership will be DROPPED in 20 days after the registration date, this is to discourage silent lurkers in the forum.
To all Mozilla Firefox, Chrome or Opera browser user, please activate browser add-on "AdBlock" to enable ad free MYMIL experience! -TQ
Kepada semua pengguna Mozilla Firefox, Chrome atau Opera. Sila aktifkan browser add-on yang bernama "AdBlock" untuk mengelakkan gangguan iklan didalam Mymil -TQ
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Fri 10 May 2013, 10:28 pm
Dwikora : Kisah Operasi Pendaratan Tim Marinir Di Pontian, Johor Baru
Quote :
Operasi ini sebenarnya disebut Ops A, yaitu operasi intelijen yang lebih menekankan hasil pada efek politis daripada efek militer.
Misi yang diemban pasukan ini adalah untuk mendampingi gerilyawan local dalam operasi militer, memberi pelatihan pada kader kader setempat yang dapat dikumpulkan di daerah sasaran, dan setelah dianggap cukup mereka akan kembali ke pangkalan.
Dari keterangan seorang anggota Marinir yang kembali pada tahun 1967, Serma Z. Yacobus, yang dalam operasi tersebut masih berpangkat kopral, di dapat keterangan sebagai berikut :
Tim 3 dari Kompi Brahma II menggunakan kapal patroli cepat, milik Bea Cukai. Tim operasi terdiri dari 21 anggota. Rombongan dibawa menuju suatu tempat diperbatasan pada tanggal 17 Agustus 1964 sekitar pukul 20.00 waktu setempat.
Pelayaran memakan waktu sekitar 4 jam. Setelah mendapat perintah dari masing masing komandan tim dan juga menerima perlengkapan tambahan, sekita pukul 01.30 tengah malam rombongan menerima briefing dari komandan basis II, dilanjutkan dengan embarkasi ke dalam 2 perahu motor yang telah dipersiapkan.
Sembilan orang sukarelawan lokal dari Malaysia juga ikut dalam tim dan akan bertindak sebagai penunjuk jalan. Dengan demikian jumlah tim menjadi 30 orang.
Dengan menggunakan formasi berbanjar, berangkatlah kedua perahu tersebut menuju sasaran. Salah satu mengalami kerusakan mesin dan akhirnya kedua tim pun menjadi satu menuju sasaran. Sekitar pukul 06.30 kedua tim sampai ke daerah sasaran tanpa diketahui oleh musuh.
Operasi bocor ... pertempuran dimulai
Ternyata daerah pendaratan merupakan daerah rawa rawa yang berlumpur. Kedua tim memutuskan untuk bertahan di situ yang jaraknya sekitar 50 meter dari pantai pendaratan.
Namun rencana penyusupan ini dikhawatirkan sudah diketahui oleh musuh, sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan gerakan dahulu dan tetap berlindung di semak semak sambil menunggu hari menjadi gelap.
( Memang banyak operasi penyusupan rahasia ke wilayah Malaysia yang sengaja dibocorkan oleh oknum oknum di dalam TNI sendiri ke pihak lawan, menurut artikel tersebut ).
Pukul 19.00 tim baru dapat meninggalkan tempat persembunyian dan mencoba menyusuri medan berawa tersebut dengan susah payah dan pukul 03.00 pagi mereka beristirahat. Demi keamanan, kedua tim berpisah. Tim I dipimpin Serda Mursid sebagai komandan tim, dan tim 2 dipimpin Serda A. Siagian.
Rupanya kedudukan infiltran sudah diketahui pasukan keamanan setempat, kerana setelah 3 jam pasukan berada di situ, kedudukan mereka sudah dikepung musuh. Diperkirakan kekuatan musuh satu peleton ( 30 – 40 orang ).
Musuh melakukan tembakan pancingan untuk mengetahui posisi pasti pasukan Marinir, disusul dengan ledakan granat tangan. Maka pertempuran pun tak dapat dihindarkan lagi.
Kemampuan bertempur musuh ternyata masih di bawah kemampuan pasukan Marinir. Beberapa orang musuh tertembak mati. Di pihak tim gugur satu orang penunjuk jalan. Merasa tidak dapat mengimbangin Marinir pertempuran tersebut, makan pihak musuh mendatangkan bantuan 2 helikopter dan satu pesawat.
Namun sebelum bantuan tersebut tiba, pasukan Marinir telah bergerak meninggalkan lokasi kontak senjata dan mencari tempat yang lebih aman untuk bertahan dalam rawa rawa tersebut.
Musuh pun kemudian menggunakan anjing penjejak untuk melacak kedudukan tim Marinir. Pada tanggal 19 Agustus 1964, komandan tim memerintahkan 2 penunjuk jalan asal Malaysia untuk melakukan pengintaian dan mencari informasi dengan menyamar berpakaian seperti penduduk biasa. Namun hingga senja, keduanya belum juga kembali.
Untuk mengatasi keragu raguan, komandan tim memutuskan untuk tidak menunggu mereka lebih lama lagi. Pasukan segera bergerak meninggalkan lokasi. Senjata dan perlengkapan keduanya disembunyikan di dalam lumpur untuk menghilangkan jejak.
Dalam perjalanan, tiba tiba tim mendapat serangan mendadak dari musuh. Dengan semangat Marinir “Pantang mundur, mati sudah ukur” tim melawan musuh dengan gigih.
Beberapa musuh terluka. Hal itu didasarkan pada keterangan penduduk setempat yang sempat ditemui tim setelah selesainya pertempuran. Dipihak Marinir, satu orang penunjuk jalan asal Malaysia gugur.
Malam itu tim terpaksa beristirahat lagi sambil berlindung selama satu hari dan selanjutnya kembali bergerak, namun mereka tidak dapat menuju sasaran yang direncanakan karena sudah diketahui oleh musuh.
Hal ini diketahui dari adanya bunyi rentetan tembakan. Rupanya telah terjadi kontak senjata antara tim yang dipimpin Serda Mursid dengan pihak musuh. Tugas tim kedua adalah mengadakan pencegatan, namun karena tim tidak dibekali dengan alat komunikasi, maka tugas ini pun gagal.
Satu jam kemudian pertempuran pun reda. Tim Marinir memutuskan untuk bersembunyi di rawa tak jauh dari perkampungan penduduk. Setelah 1 jam beristiharat, gerakan diteruskan menuju kampung dan sampai di sebuah rumah dan menemui penghuninya yang mengaku bernama Hasan. Hasan ini mengaku keturunan Indonesia asal Jawa.
Di rumah tersebut tim mendapat pelayanan yang cukup baik, sehingga terjadilah percakapan yang kurang hati hati dari tim yang menyangkut penugasan tim.
Tanpa rasa curiga, Hasan pun menyatakan bersedia bekerja sama dengan tim Marinir. Bahkan Hasan pun sudah menunjuk tempat perlindungan yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya, sekitar 1 km dari perkampungan.
Pada tanggal 30 Agustus tengah hari, datanglah Hasan membawa seorang laki laki yang diakuinya sebagai pamannya ke tempat persembunyian tim, untuk menyampaikan informasi. Kemudian ia menyarankan agar tim berpindah lagi ke gubuk lain sejauh 500 meter dari persembunyian pertama. Karena sudah terlanjur percaya pada si Hasan, tim pun segera bergerak ke lokasi yang ditunjukkan.
Namun apa yang terjadi ?
Sekitar setengah jam kemudian, tim mendapat serangan mendadak sehingga tim kehilangan 2 anggota yaitu Prajurit Satu Kahar dan seorang guide asal Malaysia. Kopral Yacobus terkena tembakan di siku kanan, hingga senjatanya lepas.
Prajurit Satu Siahuri terluka parah, sedangkan Kopral Priyono berhasil menyelamatkan diri ke sungai. Di tengah tengah situasi terjebak tembakan gencar tersebut, musuh berteriak “ Surender !!! ... Surender !!!” Teriakan ini diulangi lebih keras “Kalau mau hidup, Surender cepat !!!”
Anggota tim yang pingsan dan banyak mengeluarkan darah ini tertangkap musuh. Selanjutnya mereka dirawat seperlunya oleh musuh dan diserahkan ke Balai Polis setempat.
Ternyata si Hasan ini adalah pengkhianat. Pura pura mau menolong ternyata ada udang di balik batu. Ia mengharapkan hadiah dari aparat keamanan setempat, apalagi jika dapat menangkap pasukan Marinir Indonesia. Siagian sendiri akhirnya tertawan, sedangkan 3 anggota tim lainnya berhasil kembali ke pangkalan di Indonesia dengan selamat.
Regu satu yang dipimpin Serda Mursid akhirnya sampai di Gunung Pulai. Namun karena lokasi sasaran sudah diketahui musuh sebagai daerah tujuan tim, pasukan Marinir dikepung oleh musuh yang jauh lebih kuat.
Terjadilah pertempuran sengit hingga akhirnya pasukan Serda Mursid kehabisan peluru. Mereka tetap gigih melawan hingga akhirnya 3 orang anggota pun gugur, termasuk Serda Mursid sendiri. Sisa anggota regu tertawan musuh.
Maka berakhirlah kisah heroik operasi pendaratan tim marinir di Pontian, Johor Baru, Malaysia.
Nama nama anggota Marinir yang gugur di Pontian :
Prajurit Satu Kahar ( IPAM ) Sersan Mayor Satu Mursid ( IPAM ) Sersan Satu Ponadi ( IPAM ) Sersan Satu Mohamadong ( Pasinko ) Sersan Dua Yacob ( IPAM ) Sersan Dua Tohir ( Batalyon 3 ) Kopral Syahbuddin ( Pasinko ) Kopral Dulmanan ( IPAM )
Sumber :Kisah Kompi X di Rimba Siglayan
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Fri 10 May 2013, 10:51 pm
PERTEMPURAN LAUT ARAFURU
Quote :
KALAU SAJA TERPEDO SUDAH MELENGKAPI ARMADA KAPAL CEPAT STC-9
PIMPINAN KOLONEL SUDOMO, MUNGKIN TIDAK AKAN SETRAGIS ITU PERTEMPURAN MELAWAN FRIGAT BELANDA..!!
Kolonel Laut Sudomo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Direktorat Operasi dan Latihan MBAL, dan mendapat perintaj langsung dari Men / Pangl Laksamana RE. Martadinata untuk menyiapkan sasaran operasi, cukup
"pening" juga di buatnya. Namun sebagai perwira yang selalu siap menerima perintah atasan, Sudomo tidak gentar. Ia segera mengumpulkan staff nya.
Pada saat itu ALRI baru saja membeli 8 unit Kapal Cepat Terpedo (KCT)/Motor Terpedo Boat (MTB) dari Jerman Barat. Empat diantaranya inilah yang kemudian di gunakan oleh Sudomo untuk mengangkut pasukan, yakni RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau, serta RI Singa.
Satuan ini di beri nama Satuan Tugas Khusus ( STK )-9 yang langsung di komandani oleh Kolonel Sudomo.
2000 mil laut
STC-9 di berangkatkan dari Tanjung Priok, Jakarta pada malam 9 Januari 1962. Untuk mencapai daerah operasi, STC-9 harus menempuh jarak perjalanan 2000 mil laut. Jarak sejauh ini memerlukan tiga tempat yang aman
di tengah laut guna mengisi bahan bakar. Satu yang mengganjal fikiran Sudomo sebagai leader saat itu, adalah fakta bahwa armada STC-9 tidak mempunyai benteng pertahanan diri yang kuat. Terpedo sebagai senjata
utama untuk menghadapi kapal-kapal musuh, belum melengkapi KCT ex Jerman Barat tersebut. Jerman yang kalah dalam PD II mendapat pembatasan produksi alutista termasuk terpedo sehingga KCT yang di beli Indonesia pun tidak bersama terpedonya. Awalnya pemerintah RI akan membeli terpedo
produksi Inggris. Namun dengan mencuatnya konflik Irian Barat antara pemerintah RI dengan Belanda, Inggris pun menahan ekspor senjatanya kepada Indonesia. Alhasil STC-9 hanya bermodal kanon Bofors 40mm dan senapan mesin 12.7mm untuk pertahanan udara.
Kelemahan lain adalah tidak adanya payung udara sebagaimana Belanda yang mempunyai pesawat Neptune. Padahal jelas-jelas operasi akan di laksanakan tengah malam. Sudomo jelas melaporkan masalah ini kepada Deputy I ALRI
Komodor Yosaphat Sudarso. Namun apa kata Yos Sudarso, " saya ikut
berangkat...!"
Sudomo jelas kaget dan merasakan beban yang sangat berat. Pasalnya, Komodor Yos Sudarso adalah orang ke dua di ALRI. Sudomo awalnya menyarankan agar Komodor Yos Sudarso tidak ikut. Namun tidak berhasil.
Beban semakin bertambah bagi Sudomo setelah mengetahui Asisten Operasi KSAD Kolonel Moersjid juga akan ikut. Akhirnya pasukan infiltran di bawamenggunakan pesawat C-130 Hercules dan mendarat di lapangan darurat diPulau Langgur. Sudomo yang kala itu berpangkat Kolonel Laut, memimpin
armada STC-9 di anjungan RI Harimau. STC-9 bergerak dalam kepekatanmalan dan hanya bermodal lampu kecil di bagian buritan kapal. Seluruh lampu lainnya di matikan, demikian juga radio komunikasi.
Dalam perjalanan jauh itu,RI Macan Kumbang mengalami gangguan mesin, sementara RI Singa tidak dapat mencapai check point titik temu ke tiga karena kehabisan bahan bakar di tengah jalan. Akhirnya dari empat KCT hanya tiga yang berhasil sampai keperairan Pulau Udjir, merapat ke RI Mulatuli untuk menerima bahan bakar dan menampung pasukan infiltran.
Di Endus Belanda
Menjelang sore hari di RI Multatuli, Sudomo memberikan briefing terakhir. Hadir di sana Komodor Yosaphat Sudarso, Kolonel Moersjid, Kapten Wiratno dan lain-lain. Sudomo menjelaskan, pemberangkatan dari titik temuketiga akan dilakukan pada pukul 18.00 WITA dengan kecepatan 20 mil perjam. Beriringan RI Harimau, lalu RI Macan Tutul, dan RI Macan Kumbang.
Pelayaran tetap di lakukan secara silent black out yaitu mematikan lampu. Di tengah kegamangan, Kolonel Laut Sudomo kembali memujuk Yos Sudarso agar tidak ikut, namun tidak berhasil. Komodor Yos Sudarso kemudian di tempatkan di RI Macan Tutul, sementara dirinya dan Kolonel Moersjid berada di RI Harimau. Setiap kapal di awaki oleh 30 personil dan 40
infiltran putra asli Irian.
Sial bagi konvoi STC-9, sejak 20.25 pergerakan mereka sebenarnya sudah terpantau oleh pesawat pengintai Neptune AL Belanda yang sedang berpatrolisekitar 60 mil dari Vlakke Hoek.
Pesawat di piloti oleh H.Moekardanoe,keturunan Indonesia yang masuk dinas AL Belanda. Moekardanoe kemudianmelaporkan temuannya itu kepada kapal Belanda, Hr.MS Evertsen,
Hr.Ms. Kortenear, dan Hr.Ms. Utrecht.
Dapat di tebak, Belanda berhasil mengepung armada STC yang akan melaksanakan operasi pendaratan rahasia. Pukul 21.45 WITA, Neptune Belanda meluncurkan roket suar. Sementara kapal Frigat dan Perusak AL
Belanda bergerak mengepung konvoi. Kolonel Sudomo akhirnya menyadari juga bahwa armadanya telah terkepung dan siap di serang. Mimpi buruk
sudah di depan mata.
Kapal Belanda di lengkapi dengan kanon 140mm sedangkan KTC hanya 40mm.Sudomo kemudian memerintahkan MTB putar haluan ke arah 239 agar bisa kembali ke pangkalan. Ketiga KCT pun kemudian cikar kanan secara bersamaan dengan kecepatan tinggi. Sial, kerusakan kemudi terjadi pada RI Macan Kumbang sehingga membuatnya malah berputar membuat lingkaran besar.
Sementara RI Macan Tutul malah melakukan cikar ke arah 329 (bukan239) yang artinya mendekati Hr.MS Evertsen. Tak pelak Hr.MS Evertsen segera memuntahkan kanon 120mm nya karena mengira RI Macan Tutul akan meluncurkan terpedo. RI Macan Tutul membalas dengan tembakan 40mm, pertempuran Laut Aru berkobar. Tembakan ini kemudiannya sia-sia karena tidak dapat menjangkau Evertsen.
Komodor Yos Sudarso kemudian mengumandangkan semangat untuk pantang menyerah melalui radio. Suara yang serak..heroik..menggelegar..hingga membuat para veteran yang mengalaminya dan masih hidup pada saat ini, masih terngiang di telinga mereka suara heroik tersebut.
Pukul 22.10 tembakan Hr.MS Evertsen mengenai buritan RI Macan
Tutuk dan menyebabkan kebakaran kecil. RI Macan Tutul mengibah haluan sambil terus di kejar oleh Hr.MS Evertsen sambil memberondongkan tembakan kanon nya. Pertempuran sudah berlangsung hampir setengah jam.
Pikul 22.30 tembakan Hr.MS Evertsentepat mengenai lambung tengah RI Macan Tutul. Kapal meledak, kebakaran besar terjadi..penumpangnya
berhamburan terjun ke laut. Lima menit kemudian, tembakan kembali kanon Hr.MS Evertsen menghantam RI Macan Tutul sehingga berhenti
bergerak dan perlahan-lahan tenggelam pada pukul 22.50 WITA. Meskipun akan tenggelan....dan tau kanon nya tidak akan mampu mengenai musuh...RI Macan Tutul tetap membalas tembakan lawan..di samping tembakan senapan
personil yang tentu tidak mendatangkan kesan sama sekali....SEBUAH PERTEMPURAN YANG BEGITU HEROIK!
Hr.MS Evertsen sekarang beralih mengejar RI Harimau dan menghujaninya dengan tembakan kanon selama satu jam. Sementara Hr.MS Kortenaer mengejar RI Macan Kumbang. Namun kedua kapal dapat meloloskan diri dan selamat dari serangan tembakan yang datang bagaihujan.
Kolonel Laut Sudomo segera mengirimkan kawat darurat ke MBAU agar segera mengirimkan pesawat pengebom TU-16 nya. Menurut Men/Pangal Laksamana RE. Martadinata, kawat itu memang sampai ke Jakarta, namun MBAU saat itu kesulitan untuk memenuhi permintaan yang sifatnya mendadak dan tidak terencana. Masalah "tidak adanya kordinasi" antara AL dan AU saat itu mencuat menjadi polemik yang berkepanjangan.
Sesampai di Jakarta, Sudomo melapor ke Martadinata dan menyatakan ia akan mengundurkan diri karena telah gagal. Sementara 53 awak RI Macan Tutul di tawan Belanda, walaupun di kemudian hari di kembalikan lagi oleh Belanda. "Semua sudah sesuai dengan Rule of Game, maju terus pantang
mundur...!" ujar Martadinata.
"Kita telah kehilangan seorang putra terbaik Angkatan Laut. Agar perjuangannya tidak sia-sia, saya minta Kolonel Sudomo untuk melanjutkannya. Siapkan diri untuk bertugas di Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat, dan silahkan untuk revenge"
Sumber :Angkasa
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Mon 13 May 2013, 2:26 pm
Hendropriyono Ungkap Operasi Sandi Yudha
Quote :
KOMPAS.com - Sosok AM Hendropriyono diingat publik sebagai Komandan Korem Garuda Hitam saat terjadi peristiwa Gerombolan Pengacau Keamanan Warsidi di Lampung, yang di kalangan aktivis hak asasi manusia disebut peristiwa Talangsari tahun 1989, dan kepemimpinannya di Badan Intelijen Negara.
Dia sejatinya adalah prajurit Para Komando dengan kemampuan di bidang Sandi Yudha, yakni operasi intelijen tempur di garis belakang lawan pada 1969-1972 di belantara Kalimantan Barat- Sarawak.
Sepak terjang Hendropriyono sebagai serdadu profesional dia ungka dalam buku Operasi Sandi Yudha Menumpas Gerakan Klandestin, yang mengisahkan pengalaman lapangan menumpas Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang dibentuk semasa Konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966) oleh intelijen Indonesia era Presiden Soekarno.
”Ini kita (TNI) melatih Tentara Nasional Kalimantan Utara dan PGRS di Surabaya, Bogor, dan Bandung. Akhirnya, setelah pergantian pemerintah, Presiden Soeharto memutuskan berdamai dengan Malaysia dan gerilyawan tersebut diminta meletakkan senjata.
Karena PGRS tidak menyerah, terpaksa kita sebagai guru harus menghadapi murid dengan bertempur di hutan rimba Kalimantan,” kata Hendropriyono.
Pada awal 1960-an, rezim Orde Lama bersama Presiden Macapagal dari Filipina mempertanyakan pembentukan Malaysia yang dinilai sebagai pemain neokolonialisme Inggris. Macapagal sempat mengusulkan pembentukan Maphilindo, semacam federasi Malaysia, Filipina, dan Indonesia yang memiliki kesamaan kultural Melayu.
Soekarno jauh lebih progresif dan memilih berkonfrontasi langsung dalam sebuah perang tidak resmi melawan Malaysia dan Persemakmuran Inggris (British Commonwealth).
Perang tidak resmi tersebut berlangsung sengit, terutama di rimba Kalimantan dari perbatasan Kalimantan Barat-Kalimantan Timur dengan Sarawak dan Sabah. Kerasnya pertempuran itu bisa ditemukan dalam beragam artefak perang dan temuan jenazah di hutan belantara Kalimantan.
Beberapa tahun silam, misalnya, Kolonel Fred Dangar dari misi militer Kedutaan Besar Australia di Jakarta bersama Mabes TNI berhasil mengidentifikasi sisa kerangka dua prajurit Australia, termasuk seorang di antaranya anggota pasukan elite Special Air Service Regiment.
Situasi politik yang berubah 180 derajat menempatkan TNI harus melucuti bekas muridnya. Setelah peristiwa Mangkok Merah akhir 1967, yakni kerusuhan masyarakat Dayak-Tionghoa, Letnan Satu (Inf) Hendropriyono yang baru menyelesaikan pendidikan komando di Batujajar, Bandung, kebagian tugas bergerilya menghabisi bekas sekutu TNI. Sandi Yudha adalah satuan intelijen tempur dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang kini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus.
Bekas sekutu TNI antara lain PGRS-Paraku, yang sebagian anggotanya adalah pemuda Tionghoa di Sarawak, Sabah, Brunei, dan Kalimantan wilayah Indonesia, termasuk suku Dayak, Melayu, dan Jawa.
Ketua Partai Komunis Indonesia Kalimantan Barat kala itu, ujar Hendropriyono, adalah Syarif Ahmad Sofyan Al Barakbah, yang juga memimpin Pasukan Barisan Rakyat.
Namun, demi mempermudah operasi penumpasan bekas sekutu tersebut—sesuai konteks Perang Dingin—di mana rezim Soeharto bersikap antikomunis, pihak lawan disebut sebagai Gerombolan Tjina Komunis.
Hal ini dilakukan agar lebih mudah meraih simpati publik dengan mengasosiasikan Tionghoa dengan Republik Rakyat Tiongkok yang komunis. Sebaliknya, di pihak Malaysia yang sudah berdamai dengan Indonesia, gerilyawan tersebut diberi cap ”CT” (communist terrorist).
Tugas utama pasukan Sandi Yudha dalam perang nonkonvensional tersebut, menurut Hendropriyono, tidak terikat dengan konvensi internasional dan hukum humaniter perang. Sebisa mungkin pihaknya mengambil hati lawan, sedangkan pertempuran serta tindakan keras hanya menjadi pilihan terakhir.
Saat menaklukkan Hassan, seorang komandan PGRS, Hendropriyono harus menembak lalu membanting lawan dengan gerakan bela diri. Pertempuran lawan satu jarak dekat itu mengakibatkan pahanya tertembus sangkur dan jemarinya sobek karena menahan sangkur Hassan yang nyaris menghunjam dada.
Hendropriyono memimpin unit Sandi Yudha dengan anggota delapan orang yang selalu bergerak dalam jumlah kecil di garis belakang lawan.
Saat mengendap mendekati gubuk Hassan yang berlangsung semalaman, salah satu anggota Sandi Yudha harus membunuh dengan sangkur seorang penjaga gubuk yang bersenjata api. Semua harus dilakukan dengan senyap dan penuh kejutan (element of surprise).
Selain bertempur, Hendropriyono dan pasukan Sandi Yudha juga berulang kali berhasil membuat musuh jadi bersimpati kepada Republik Indonesia. Kalau terpaksa, penculikan dan interogasi dilakukan di lapangan.
Salah satu peristiwa yang mengharukan adalah pertemuan dengan Komandan PGRS Wong Kee Chok pada tahun 2005. Hendropriyono dan Kee Chok berpelukan, menangis, dan saling menanyakan keadaan. Saat peluncuran buku Operasi Sandi Yudha, Bong Kee Siaw, salah seorang komandan PGRS yang hadir, dan istrinya yang juga bergerilya disambut hangat oleh Hendropriyono.
Hendropriyono memuji Kee Siaw dan istrinya yang bersifat kesatria. Dalam sebuah pertempuran, mereka menyelamatkan dan mengobati musuh (prajurit TNI).
”Kita tidak pernah tahu kapan jadi kawan dan situasi berubah, lalu jadi lawan. Bertempurlah dengan kesatria. Jangan menyiksa lawan. Itu sifat prajurit Sandi Yudha,” ujar Hendropriyono. (Iwan Santosa)
HangPC2 Captain
Posts : 936 Reputation : 144 Join date : 22/04/2010 Age : 42 Location : Langkasuka
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Thu 16 May 2013, 6:45 pm
red army wrote:
Dwikora : Kisah Operasi Pendaratan Tim Marinir Di Pontian, Johor Baru
Quote :
Operasi ini sebenarnya disebut Ops A, yaitu operasi intelijen yang lebih menekankan hasil pada efek politis daripada efek militer.
Misi yang diemban pasukan ini adalah untuk mendampingi gerilyawan local dalam operasi militer, memberi pelatihan pada kader kader setempat yang dapat dikumpulkan di daerah sasaran, dan setelah dianggap cukup mereka akan kembali ke pangkalan.
Dari keterangan seorang anggota Marinir yang kembali pada tahun 1967, Serma Z. Yacobus, yang dalam operasi tersebut masih berpangkat kopral, di dapat keterangan sebagai berikut :
Tim 3 dari Kompi Brahma II menggunakan kapal patroli cepat, milik Bea Cukai. Tim operasi terdiri dari 21 anggota. Rombongan dibawa menuju suatu tempat diperbatasan pada tanggal 17 Agustus 1964 sekitar pukul 20.00 waktu setempat.
Pelayaran memakan waktu sekitar 4 jam. Setelah mendapat perintah dari masing masing komandan tim dan juga menerima perlengkapan tambahan, sekita pukul 01.30 tengah malam rombongan menerima briefing dari komandan basis II, dilanjutkan dengan embarkasi ke dalam 2 perahu motor yang telah dipersiapkan.
Sembilan orang sukarelawan lokal dari Malaysia juga ikut dalam tim dan akan bertindak sebagai penunjuk jalan. Dengan demikian jumlah tim menjadi 30 orang.
Dengan menggunakan formasi berbanjar, berangkatlah kedua perahu tersebut menuju sasaran. Salah satu mengalami kerusakan mesin dan akhirnya kedua tim pun menjadi satu menuju sasaran. Sekitar pukul 06.30 kedua tim sampai ke daerah sasaran tanpa diketahui oleh musuh.
Operasi bocor ... pertempuran dimulai
Ternyata daerah pendaratan merupakan daerah rawa rawa yang berlumpur. Kedua tim memutuskan untuk bertahan di situ yang jaraknya sekitar 50 meter dari pantai pendaratan.
Namun rencana penyusupan ini dikhawatirkan sudah diketahui oleh musuh, sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan gerakan dahulu dan tetap berlindung di semak semak sambil menunggu hari menjadi gelap.
( Memang banyak operasi penyusupan rahasia ke wilayah Malaysia yang sengaja dibocorkan oleh oknum oknum di dalam TNI sendiri ke pihak lawan, menurut artikel tersebut ).
Pukul 19.00 tim baru dapat meninggalkan tempat persembunyian dan mencoba menyusuri medan berawa tersebut dengan susah payah dan pukul 03.00 pagi mereka beristirahat. Demi keamanan, kedua tim berpisah. Tim I dipimpin Serda Mursid sebagai komandan tim, dan tim 2 dipimpin Serda A. Siagian.
Rupanya kedudukan infiltran sudah diketahui pasukan keamanan setempat, kerana setelah 3 jam pasukan berada di situ, kedudukan mereka sudah dikepung musuh. Diperkirakan kekuatan musuh satu peleton ( 30 – 40 orang ).
Musuh melakukan tembakan pancingan untuk mengetahui posisi pasti pasukan Marinir, disusul dengan ledakan granat tangan. Maka pertempuran pun tak dapat dihindarkan lagi.
Kemampuan bertempur musuh ternyata masih di bawah kemampuan pasukan Marinir. Beberapa orang musuh tertembak mati. Di pihak tim gugur satu orang penunjuk jalan. Merasa tidak dapat mengimbangin Marinir pertempuran tersebut, makan pihak musuh mendatangkan bantuan 2 helikopter dan satu pesawat.
Namun sebelum bantuan tersebut tiba, pasukan Marinir telah bergerak meninggalkan lokasi kontak senjata dan mencari tempat yang lebih aman untuk bertahan dalam rawa rawa tersebut.
Musuh pun kemudian menggunakan anjing penjejak untuk melacak kedudukan tim Marinir. Pada tanggal 19 Agustus 1964, komandan tim memerintahkan 2 penunjuk jalan asal Malaysia untuk melakukan pengintaian dan mencari informasi dengan menyamar berpakaian seperti penduduk biasa. Namun hingga senja, keduanya belum juga kembali.
Untuk mengatasi keragu raguan, komandan tim memutuskan untuk tidak menunggu mereka lebih lama lagi. Pasukan segera bergerak meninggalkan lokasi. Senjata dan perlengkapan keduanya disembunyikan di dalam lumpur untuk menghilangkan jejak.
Dalam perjalanan, tiba tiba tim mendapat serangan mendadak dari musuh. Dengan semangat Marinir “Pantang mundur, mati sudah ukur” tim melawan musuh dengan gigih.
Beberapa musuh terluka. Hal itu didasarkan pada keterangan penduduk setempat yang sempat ditemui tim setelah selesainya pertempuran. Dipihak Marinir, satu orang penunjuk jalan asal Malaysia gugur.
Malam itu tim terpaksa beristirahat lagi sambil berlindung selama satu hari dan selanjutnya kembali bergerak, namun mereka tidak dapat menuju sasaran yang direncanakan karena sudah diketahui oleh musuh.
Hal ini diketahui dari adanya bunyi rentetan tembakan. Rupanya telah terjadi kontak senjata antara tim yang dipimpin Serda Mursid dengan pihak musuh. Tugas tim kedua adalah mengadakan pencegatan, namun karena tim tidak dibekali dengan alat komunikasi, maka tugas ini pun gagal.
Satu jam kemudian pertempuran pun reda. Tim Marinir memutuskan untuk bersembunyi di rawa tak jauh dari perkampungan penduduk. Setelah 1 jam beristiharat, gerakan diteruskan menuju kampung dan sampai di sebuah rumah dan menemui penghuninya yang mengaku bernama Hasan. Hasan ini mengaku keturunan Indonesia asal Jawa.
Di rumah tersebut tim mendapat pelayanan yang cukup baik, sehingga terjadilah percakapan yang kurang hati hati dari tim yang menyangkut penugasan tim.
Tanpa rasa curiga, Hasan pun menyatakan bersedia bekerja sama dengan tim Marinir. Bahkan Hasan pun sudah menunjuk tempat perlindungan yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya, sekitar 1 km dari perkampungan.
Pada tanggal 30 Agustus tengah hari, datanglah Hasan membawa seorang laki laki yang diakuinya sebagai pamannya ke tempat persembunyian tim, untuk menyampaikan informasi. Kemudian ia menyarankan agar tim berpindah lagi ke gubuk lain sejauh 500 meter dari persembunyian pertama. Karena sudah terlanjur percaya pada si Hasan, tim pun segera bergerak ke lokasi yang ditunjukkan.
Namun apa yang terjadi ?
Sekitar setengah jam kemudian, tim mendapat serangan mendadak sehingga tim kehilangan 2 anggota yaitu Prajurit Satu Kahar dan seorang guide asal Malaysia. Kopral Yacobus terkena tembakan di siku kanan, hingga senjatanya lepas.
Prajurit Satu Siahuri terluka parah, sedangkan Kopral Priyono berhasil menyelamatkan diri ke sungai. Di tengah tengah situasi terjebak tembakan gencar tersebut, musuh berteriak “ Surender !!! ... Surender !!!” Teriakan ini diulangi lebih keras “Kalau mau hidup, Surender cepat !!!”
Anggota tim yang pingsan dan banyak mengeluarkan darah ini tertangkap musuh. Selanjutnya mereka dirawat seperlunya oleh musuh dan diserahkan ke Balai Polis setempat.
Ternyata si Hasan ini adalah pengkhianat. Pura pura mau menolong ternyata ada udang di balik batu. Ia mengharapkan hadiah dari aparat keamanan setempat, apalagi jika dapat menangkap pasukan Marinir Indonesia. Siagian sendiri akhirnya tertawan, sedangkan 3 anggota tim lainnya berhasil kembali ke pangkalan di Indonesia dengan selamat.
Regu satu yang dipimpin Serda Mursid akhirnya sampai di Gunung Pulai. Namun karena lokasi sasaran sudah diketahui musuh sebagai daerah tujuan tim, pasukan Marinir dikepung oleh musuh yang jauh lebih kuat.
Terjadilah pertempuran sengit hingga akhirnya pasukan Serda Mursid kehabisan peluru. Mereka tetap gigih melawan hingga akhirnya 3 orang anggota pun gugur, termasuk Serda Mursid sendiri. Sisa anggota regu tertawan musuh.
Maka berakhirlah kisah heroik operasi pendaratan tim marinir di Pontian, Johor Baru, Malaysia.
Nama nama anggota Marinir yang gugur di Pontian :
Prajurit Satu Kahar ( IPAM ) Sersan Mayor Satu Mursid ( IPAM ) Sersan Satu Ponadi ( IPAM ) Sersan Satu Mohamadong ( Pasinko ) Sersan Dua Yacob ( IPAM ) Sersan Dua Tohir ( Batalyon 3 ) Kopral Syahbuddin ( Pasinko ) Kopral Dulmanan ( IPAM )
Sumber :Kisah Kompi X di Rimba Siglayan
udah dibikin film..
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Thu 16 May 2013, 10:15 pm
HangPC2 wrote:
red army wrote:
Dwikora : Kisah Operasi Pendaratan Tim Marinir Di Pontian, Johor Baru
Quote :
Operasi ini sebenarnya disebut Ops A, yaitu operasi intelijen yang lebih menekankan hasil pada efek politis daripada efek militer.
Misi yang diemban pasukan ini adalah untuk mendampingi gerilyawan local dalam operasi militer, memberi pelatihan pada kader kader setempat yang dapat dikumpulkan di daerah sasaran, dan setelah dianggap cukup mereka akan kembali ke pangkalan.
Dari keterangan seorang anggota Marinir yang kembali pada tahun 1967, Serma Z. Yacobus, yang dalam operasi tersebut masih berpangkat kopral, di dapat keterangan sebagai berikut :
Tim 3 dari Kompi Brahma II menggunakan kapal patroli cepat, milik Bea Cukai. Tim operasi terdiri dari 21 anggota. Rombongan dibawa menuju suatu tempat diperbatasan pada tanggal 17 Agustus 1964 sekitar pukul 20.00 waktu setempat.
Pelayaran memakan waktu sekitar 4 jam. Setelah mendapat perintah dari masing masing komandan tim dan juga menerima perlengkapan tambahan, sekita pukul 01.30 tengah malam rombongan menerima briefing dari komandan basis II, dilanjutkan dengan embarkasi ke dalam 2 perahu motor yang telah dipersiapkan.
Sembilan orang sukarelawan lokal dari Malaysia juga ikut dalam tim dan akan bertindak sebagai penunjuk jalan. Dengan demikian jumlah tim menjadi 30 orang.
Dengan menggunakan formasi berbanjar, berangkatlah kedua perahu tersebut menuju sasaran. Salah satu mengalami kerusakan mesin dan akhirnya kedua tim pun menjadi satu menuju sasaran. Sekitar pukul 06.30 kedua tim sampai ke daerah sasaran tanpa diketahui oleh musuh.
Operasi bocor ... pertempuran dimulai
Ternyata daerah pendaratan merupakan daerah rawa rawa yang berlumpur. Kedua tim memutuskan untuk bertahan di situ yang jaraknya sekitar 50 meter dari pantai pendaratan.
Namun rencana penyusupan ini dikhawatirkan sudah diketahui oleh musuh, sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan gerakan dahulu dan tetap berlindung di semak semak sambil menunggu hari menjadi gelap.
( Memang banyak operasi penyusupan rahasia ke wilayah Malaysia yang sengaja dibocorkan oleh oknum oknum di dalam TNI sendiri ke pihak lawan, menurut artikel tersebut ).
Pukul 19.00 tim baru dapat meninggalkan tempat persembunyian dan mencoba menyusuri medan berawa tersebut dengan susah payah dan pukul 03.00 pagi mereka beristirahat. Demi keamanan, kedua tim berpisah. Tim I dipimpin Serda Mursid sebagai komandan tim, dan tim 2 dipimpin Serda A. Siagian.
Rupanya kedudukan infiltran sudah diketahui pasukan keamanan setempat, kerana setelah 3 jam pasukan berada di situ, kedudukan mereka sudah dikepung musuh. Diperkirakan kekuatan musuh satu peleton ( 30 – 40 orang ).
Musuh melakukan tembakan pancingan untuk mengetahui posisi pasti pasukan Marinir, disusul dengan ledakan granat tangan. Maka pertempuran pun tak dapat dihindarkan lagi.
Kemampuan bertempur musuh ternyata masih di bawah kemampuan pasukan Marinir. Beberapa orang musuh tertembak mati. Di pihak tim gugur satu orang penunjuk jalan. Merasa tidak dapat mengimbangin Marinir pertempuran tersebut, makan pihak musuh mendatangkan bantuan 2 helikopter dan satu pesawat.
Namun sebelum bantuan tersebut tiba, pasukan Marinir telah bergerak meninggalkan lokasi kontak senjata dan mencari tempat yang lebih aman untuk bertahan dalam rawa rawa tersebut.
Musuh pun kemudian menggunakan anjing penjejak untuk melacak kedudukan tim Marinir. Pada tanggal 19 Agustus 1964, komandan tim memerintahkan 2 penunjuk jalan asal Malaysia untuk melakukan pengintaian dan mencari informasi dengan menyamar berpakaian seperti penduduk biasa. Namun hingga senja, keduanya belum juga kembali.
Untuk mengatasi keragu raguan, komandan tim memutuskan untuk tidak menunggu mereka lebih lama lagi. Pasukan segera bergerak meninggalkan lokasi. Senjata dan perlengkapan keduanya disembunyikan di dalam lumpur untuk menghilangkan jejak.
Dalam perjalanan, tiba tiba tim mendapat serangan mendadak dari musuh. Dengan semangat Marinir “Pantang mundur, mati sudah ukur” tim melawan musuh dengan gigih.
Beberapa musuh terluka. Hal itu didasarkan pada keterangan penduduk setempat yang sempat ditemui tim setelah selesainya pertempuran. Dipihak Marinir, satu orang penunjuk jalan asal Malaysia gugur.
Malam itu tim terpaksa beristirahat lagi sambil berlindung selama satu hari dan selanjutnya kembali bergerak, namun mereka tidak dapat menuju sasaran yang direncanakan karena sudah diketahui oleh musuh.
Hal ini diketahui dari adanya bunyi rentetan tembakan. Rupanya telah terjadi kontak senjata antara tim yang dipimpin Serda Mursid dengan pihak musuh. Tugas tim kedua adalah mengadakan pencegatan, namun karena tim tidak dibekali dengan alat komunikasi, maka tugas ini pun gagal.
Satu jam kemudian pertempuran pun reda. Tim Marinir memutuskan untuk bersembunyi di rawa tak jauh dari perkampungan penduduk. Setelah 1 jam beristiharat, gerakan diteruskan menuju kampung dan sampai di sebuah rumah dan menemui penghuninya yang mengaku bernama Hasan. Hasan ini mengaku keturunan Indonesia asal Jawa.
Di rumah tersebut tim mendapat pelayanan yang cukup baik, sehingga terjadilah percakapan yang kurang hati hati dari tim yang menyangkut penugasan tim.
Tanpa rasa curiga, Hasan pun menyatakan bersedia bekerja sama dengan tim Marinir. Bahkan Hasan pun sudah menunjuk tempat perlindungan yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya, sekitar 1 km dari perkampungan.
Pada tanggal 30 Agustus tengah hari, datanglah Hasan membawa seorang laki laki yang diakuinya sebagai pamannya ke tempat persembunyian tim, untuk menyampaikan informasi. Kemudian ia menyarankan agar tim berpindah lagi ke gubuk lain sejauh 500 meter dari persembunyian pertama. Karena sudah terlanjur percaya pada si Hasan, tim pun segera bergerak ke lokasi yang ditunjukkan.
Namun apa yang terjadi ?
Sekitar setengah jam kemudian, tim mendapat serangan mendadak sehingga tim kehilangan 2 anggota yaitu Prajurit Satu Kahar dan seorang guide asal Malaysia. Kopral Yacobus terkena tembakan di siku kanan, hingga senjatanya lepas.
Prajurit Satu Siahuri terluka parah, sedangkan Kopral Priyono berhasil menyelamatkan diri ke sungai. Di tengah tengah situasi terjebak tembakan gencar tersebut, musuh berteriak “ Surender !!! ... Surender !!!” Teriakan ini diulangi lebih keras “Kalau mau hidup, Surender cepat !!!”
Anggota tim yang pingsan dan banyak mengeluarkan darah ini tertangkap musuh. Selanjutnya mereka dirawat seperlunya oleh musuh dan diserahkan ke Balai Polis setempat.
Ternyata si Hasan ini adalah pengkhianat. Pura pura mau menolong ternyata ada udang di balik batu. Ia mengharapkan hadiah dari aparat keamanan setempat, apalagi jika dapat menangkap pasukan Marinir Indonesia. Siagian sendiri akhirnya tertawan, sedangkan 3 anggota tim lainnya berhasil kembali ke pangkalan di Indonesia dengan selamat.
Regu satu yang dipimpin Serda Mursid akhirnya sampai di Gunung Pulai. Namun karena lokasi sasaran sudah diketahui musuh sebagai daerah tujuan tim, pasukan Marinir dikepung oleh musuh yang jauh lebih kuat.
Terjadilah pertempuran sengit hingga akhirnya pasukan Serda Mursid kehabisan peluru. Mereka tetap gigih melawan hingga akhirnya 3 orang anggota pun gugur, termasuk Serda Mursid sendiri. Sisa anggota regu tertawan musuh.
Maka berakhirlah kisah heroik operasi pendaratan tim marinir di Pontian, Johor Baru, Malaysia.
Nama nama anggota Marinir yang gugur di Pontian :
Prajurit Satu Kahar ( IPAM ) Sersan Mayor Satu Mursid ( IPAM ) Sersan Satu Ponadi ( IPAM ) Sersan Satu Mohamadong ( Pasinko ) Sersan Dua Yacob ( IPAM ) Sersan Dua Tohir ( Batalyon 3 ) Kopral Syahbuddin ( Pasinko ) Kopral Dulmanan ( IPAM )
Sumber :Kisah Kompi X di Rimba Siglayan
udah dibikin film..
Ini juga bagus filmnya
HangPC2 Captain
Posts : 936 Reputation : 144 Join date : 22/04/2010 Age : 42 Location : Langkasuka
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Fri 17 May 2013, 12:42 pm
red army wrote:
HangPC2 wrote:
red army wrote:
Dwikora : Kisah Operasi Pendaratan Tim Marinir Di Pontian, Johor Baru
Quote :
Operasi ini sebenarnya disebut Ops A, yaitu operasi intelijen yang lebih menekankan hasil pada efek politis daripada efek militer.
Misi yang diemban pasukan ini adalah untuk mendampingi gerilyawan local dalam operasi militer, memberi pelatihan pada kader kader setempat yang dapat dikumpulkan di daerah sasaran, dan setelah dianggap cukup mereka akan kembali ke pangkalan.
Dari keterangan seorang anggota Marinir yang kembali pada tahun 1967, Serma Z. Yacobus, yang dalam operasi tersebut masih berpangkat kopral, di dapat keterangan sebagai berikut :
Tim 3 dari Kompi Brahma II menggunakan kapal patroli cepat, milik Bea Cukai. Tim operasi terdiri dari 21 anggota. Rombongan dibawa menuju suatu tempat diperbatasan pada tanggal 17 Agustus 1964 sekitar pukul 20.00 waktu setempat.
Pelayaran memakan waktu sekitar 4 jam. Setelah mendapat perintah dari masing masing komandan tim dan juga menerima perlengkapan tambahan, sekita pukul 01.30 tengah malam rombongan menerima briefing dari komandan basis II, dilanjutkan dengan embarkasi ke dalam 2 perahu motor yang telah dipersiapkan.
Sembilan orang sukarelawan lokal dari Malaysia juga ikut dalam tim dan akan bertindak sebagai penunjuk jalan. Dengan demikian jumlah tim menjadi 30 orang.
Dengan menggunakan formasi berbanjar, berangkatlah kedua perahu tersebut menuju sasaran. Salah satu mengalami kerusakan mesin dan akhirnya kedua tim pun menjadi satu menuju sasaran. Sekitar pukul 06.30 kedua tim sampai ke daerah sasaran tanpa diketahui oleh musuh.
Operasi bocor ... pertempuran dimulai
Ternyata daerah pendaratan merupakan daerah rawa rawa yang berlumpur. Kedua tim memutuskan untuk bertahan di situ yang jaraknya sekitar 50 meter dari pantai pendaratan.
Namun rencana penyusupan ini dikhawatirkan sudah diketahui oleh musuh, sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan gerakan dahulu dan tetap berlindung di semak semak sambil menunggu hari menjadi gelap.
( Memang banyak operasi penyusupan rahasia ke wilayah Malaysia yang sengaja dibocorkan oleh oknum oknum di dalam TNI sendiri ke pihak lawan, menurut artikel tersebut ).
Pukul 19.00 tim baru dapat meninggalkan tempat persembunyian dan mencoba menyusuri medan berawa tersebut dengan susah payah dan pukul 03.00 pagi mereka beristirahat. Demi keamanan, kedua tim berpisah. Tim I dipimpin Serda Mursid sebagai komandan tim, dan tim 2 dipimpin Serda A. Siagian.
Rupanya kedudukan infiltran sudah diketahui pasukan keamanan setempat, kerana setelah 3 jam pasukan berada di situ, kedudukan mereka sudah dikepung musuh. Diperkirakan kekuatan musuh satu peleton ( 30 – 40 orang ).
Musuh melakukan tembakan pancingan untuk mengetahui posisi pasti pasukan Marinir, disusul dengan ledakan granat tangan. Maka pertempuran pun tak dapat dihindarkan lagi.
Kemampuan bertempur musuh ternyata masih di bawah kemampuan pasukan Marinir. Beberapa orang musuh tertembak mati. Di pihak tim gugur satu orang penunjuk jalan. Merasa tidak dapat mengimbangin Marinir pertempuran tersebut, makan pihak musuh mendatangkan bantuan 2 helikopter dan satu pesawat.
Namun sebelum bantuan tersebut tiba, pasukan Marinir telah bergerak meninggalkan lokasi kontak senjata dan mencari tempat yang lebih aman untuk bertahan dalam rawa rawa tersebut.
Musuh pun kemudian menggunakan anjing penjejak untuk melacak kedudukan tim Marinir. Pada tanggal 19 Agustus 1964, komandan tim memerintahkan 2 penunjuk jalan asal Malaysia untuk melakukan pengintaian dan mencari informasi dengan menyamar berpakaian seperti penduduk biasa. Namun hingga senja, keduanya belum juga kembali.
Untuk mengatasi keragu raguan, komandan tim memutuskan untuk tidak menunggu mereka lebih lama lagi. Pasukan segera bergerak meninggalkan lokasi. Senjata dan perlengkapan keduanya disembunyikan di dalam lumpur untuk menghilangkan jejak.
Dalam perjalanan, tiba tiba tim mendapat serangan mendadak dari musuh. Dengan semangat Marinir “Pantang mundur, mati sudah ukur” tim melawan musuh dengan gigih.
Beberapa musuh terluka. Hal itu didasarkan pada keterangan penduduk setempat yang sempat ditemui tim setelah selesainya pertempuran. Dipihak Marinir, satu orang penunjuk jalan asal Malaysia gugur.
Malam itu tim terpaksa beristirahat lagi sambil berlindung selama satu hari dan selanjutnya kembali bergerak, namun mereka tidak dapat menuju sasaran yang direncanakan karena sudah diketahui oleh musuh.
Hal ini diketahui dari adanya bunyi rentetan tembakan. Rupanya telah terjadi kontak senjata antara tim yang dipimpin Serda Mursid dengan pihak musuh. Tugas tim kedua adalah mengadakan pencegatan, namun karena tim tidak dibekali dengan alat komunikasi, maka tugas ini pun gagal.
Satu jam kemudian pertempuran pun reda. Tim Marinir memutuskan untuk bersembunyi di rawa tak jauh dari perkampungan penduduk. Setelah 1 jam beristiharat, gerakan diteruskan menuju kampung dan sampai di sebuah rumah dan menemui penghuninya yang mengaku bernama Hasan. Hasan ini mengaku keturunan Indonesia asal Jawa.
Di rumah tersebut tim mendapat pelayanan yang cukup baik, sehingga terjadilah percakapan yang kurang hati hati dari tim yang menyangkut penugasan tim.
Tanpa rasa curiga, Hasan pun menyatakan bersedia bekerja sama dengan tim Marinir. Bahkan Hasan pun sudah menunjuk tempat perlindungan yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya, sekitar 1 km dari perkampungan.
Pada tanggal 30 Agustus tengah hari, datanglah Hasan membawa seorang laki laki yang diakuinya sebagai pamannya ke tempat persembunyian tim, untuk menyampaikan informasi. Kemudian ia menyarankan agar tim berpindah lagi ke gubuk lain sejauh 500 meter dari persembunyian pertama. Karena sudah terlanjur percaya pada si Hasan, tim pun segera bergerak ke lokasi yang ditunjukkan.
Namun apa yang terjadi ?
Sekitar setengah jam kemudian, tim mendapat serangan mendadak sehingga tim kehilangan 2 anggota yaitu Prajurit Satu Kahar dan seorang guide asal Malaysia. Kopral Yacobus terkena tembakan di siku kanan, hingga senjatanya lepas.
Prajurit Satu Siahuri terluka parah, sedangkan Kopral Priyono berhasil menyelamatkan diri ke sungai. Di tengah tengah situasi terjebak tembakan gencar tersebut, musuh berteriak “ Surender !!! ... Surender !!!” Teriakan ini diulangi lebih keras “Kalau mau hidup, Surender cepat !!!”
Anggota tim yang pingsan dan banyak mengeluarkan darah ini tertangkap musuh. Selanjutnya mereka dirawat seperlunya oleh musuh dan diserahkan ke Balai Polis setempat.
Ternyata si Hasan ini adalah pengkhianat. Pura pura mau menolong ternyata ada udang di balik batu. Ia mengharapkan hadiah dari aparat keamanan setempat, apalagi jika dapat menangkap pasukan Marinir Indonesia. Siagian sendiri akhirnya tertawan, sedangkan 3 anggota tim lainnya berhasil kembali ke pangkalan di Indonesia dengan selamat.
Regu satu yang dipimpin Serda Mursid akhirnya sampai di Gunung Pulai. Namun karena lokasi sasaran sudah diketahui musuh sebagai daerah tujuan tim, pasukan Marinir dikepung oleh musuh yang jauh lebih kuat.
Terjadilah pertempuran sengit hingga akhirnya pasukan Serda Mursid kehabisan peluru. Mereka tetap gigih melawan hingga akhirnya 3 orang anggota pun gugur, termasuk Serda Mursid sendiri. Sisa anggota regu tertawan musuh.
Maka berakhirlah kisah heroik operasi pendaratan tim marinir di Pontian, Johor Baru, Malaysia.
Nama nama anggota Marinir yang gugur di Pontian :
Prajurit Satu Kahar ( IPAM ) Sersan Mayor Satu Mursid ( IPAM ) Sersan Satu Ponadi ( IPAM ) Sersan Satu Mohamadong ( Pasinko ) Sersan Dua Yacob ( IPAM ) Sersan Dua Tohir ( Batalyon 3 ) Kopral Syahbuddin ( Pasinko ) Kopral Dulmanan ( IPAM )
Sumber :Kisah Kompi X di Rimba Siglayan
udah dibikin film..
Ini juga bagus filmnya
Versi Malaysia
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Tue 28 May 2013, 10:30 am
30 Tentara 'hantu' Garuda, kalahkan 3.000 gerilyawan Kongo
Quote :
Kiprah Pasukan Garuda kembali menuai prestasi. 167 Prajurit TNI di Haiti yang tergabung dalam Satuan Tugas Kompi Zeni (Satgas Kizi) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXII-B/MINUSTAH (Mission des Nations Unies pour la Stabilisation en Haiti) menerima penghargaan Medali PBB.
Pasukan perdamaian dari Indonesia selalu bisa diterima dengan baik di negara penugasan.
Sejak Kontingen Garuda I bertugas di Mesir tahun 1957, sejak itulah pasukan baret biru di bawah PBB ini mengharumkan nama bangsa.
Ada cerita menarik soal Pasukan Garuda. 30 Pasukan Garuda berhasil membekuk 3.000 gerilyawan di Kongo berbekal akal bulus dan kecerdikan.
Ceritanya, Desember 1962 di Kongo sedang bergolak. Kontingen Garuda III (Konga III) di bawah pimpinan Kolonel Kemal Idris berangkat sebagai pasukan perdamaian di bawah UNOC (United Nations Operation in the Congo).
Saat itu kelompok milisi di bawah pimpinan Moises Tsommbe ingin lepas dari pemerintah Republik Demokratik Kongo pimpinan Presiden Kasavubu. Rakyat sipil pun segera menjadi korban pertikaian antar milisi dan tentara pemerintah.
Pasukan Garuda III segera dikenal karena keluwesannya bergaul. Banyak Singkong di Kongo, pasukan TNI pun mengajarkan bagaimana cara mengolah masakan Indonesia, membuat kue, serta menyayur daun singkong sehingga enak dimakan.
Selama ini rakyat Kongo hanya mengolah singkong menjadi tepung yang rasanya tidak enak.
Suatu hari, terjadi serangan yang dilakukan 2.000 gerilyawan Kongo ke markas Pasukan Garuda. Saat itu markas hanya dipertahankan 300 tentara.
Setelah baku tembak berjam-jam, gerilyawan dapat dipukul mundur. Untungnya tak ada korban di pihak Indonesia.
Serangan balasan pun segera dirancang untuk menangkap para pemberontak. Letjen Kemal Idris menceritakan hal ini dalam buku biografi, Kemal Idris, bertarung dalam revolusi terbitas Sinar Harapan.
"Kami melakukan penyerangan di malam hari dengan kapal yang digelapkan di atas danau Tanganyika, tidak berapa jauh dari daerah Albertville. Pasukan kami yang berkekuatan 30 orang menyamar sebagai hantu," beber Kemal Idris.
Kemal tahu 3.000 pemberontak itu sangat percaya takhayul. Mereka takut pada hantu spritesses yang digambarkan berwarna putih dan melayang-layang di waktu malam. Maka 30 anggota pasukan garuda itu berpakaian jubah putih dan segera menyerang.
"Melihat sosok-sosok putih bergerak-gerak, semangat mereka hilang sama sekali dan segera menyerah," kata Kemal.
Dalam operasi kilat itu, ribuan gerilyawan Kongo ditangkap. Senjata-senjata mereka yang ternyata lumayan canggih disita.
Dalam peristiwa itu hanya seorang prajurit TNI yang cidera. Salah seorang gerilyawan yang panik saat digerebek, melemparkan ayam yang tengah dibakarnya pada tentara kita.
"Sejak itu, anggota Garuda III di kenal oleh orang-orang Kongo dengan julukan Les Spiritesses, pasukan yang berperang dengan cara yang tidak biasa dilakukan orang," kata Kemal bangga.
Letnan Jenderal Kadebe Ngeso dari Ethopia mengaku bangga atas keberhasilan pasukan Indonesia menangkap 3.000 lainnya tanpa jatuh korban.
Namun dia pun meminta ke depan cara-cara unik seperti itu tidak dilakukan. Karena risiko terlalu besar dan sangat membahayakan.
Last edited by red army on Tue 28 May 2013, 1:55 pm; edited 1 time in total
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Tue 28 May 2013, 1:54 pm
Kisah Pasukan Garuda selamatkan tentara Spanyol dari Hizbullah
Quote :
Kontingen Pasukan Garuda di Haiti mendapatkan medali penghargaan dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Di Kongo, atas kerja kerasnya membangun jalan raya, pasukan Garuda juga mendapat banyak pujian. Sebagai pasukan penjaga perdamaian di bawah PBB, kiprah Pasukan Garuda memang mendapat tempat di hati masyarakat setempat.
Pasukan Garuda di Libanon juga sempat menyelamatkan pasukan pengintai Spanyol yang sedang melakukan patroli. Saat itu posisi tim Spanyol benar-benar terjepit karena dikejar pasukan Hizbullah.
Kisah ini dimuat dalam buku Kopassus untuk Indonesia yang ditulis Iwan Santosa dan EA Natanegara dan diterbitkan R&W.
Ceritanya saat itu 60 pasukan Spanyol yang mengendarai 10 panser sedang berpatroli rutin. Mereka sempat mengambil foto dokumentasi kabel saluran air yang dicurigai sebagai kabel komunikasi milik Hizbullah. Ternyata aksi mereka diketahui Hizbullah.
Dengan menggunakan 10 motor trail dan mobil, Hizbullah mengejar tentara Spanyol. Mereka menyandang AK-47 dan roket antitank. Tim pengintai Spanyol terpaksa meminta bantuan Kontingen Indonesia.
Untuk mencegah pertempuran darah, akhirnya Spanyol terpaksa menyerahkan memory card kamera tersebut pada Hizbullah disaksikan pasukan Garuda sebagai penengah.
"Anda punya senjata, kami juga punya. Kami tidak takut menghadapi anda," kata Hizbullah galak pada tentara Spanyol.
Maka setelah konflik mereda, anggota Pasukan Garuda menemui para tokoh Hizbullah. Mereka mencoba menerangkan ada kesalahpahaman antara Hizbullah dan Spanyol. Hubungan pasukan TNI dengan warga sekitar Libanon memang dekat. Sikap Pasukan Indonesia yang ramah tamah ternyata mempunyai keuntungan. Apalagi rakyat Libanon dan Indonesia sama-sama beragama Islam.
Setelah pasukan Garuda memberi penerangan, para anggota Hizbullah bisa memahami masalah tersebut. Mereka pun melupakan konflik yang terjadi dengan pasukan Spanyol dari United Nations Interim Force In Lebanon (UNIFIL) ini.
"Kami orang Libanon sebenarnya tidak menghargai dan menghormati UNIFIL karena mereka tidak berpihak secara adil pada orang Libanon selatan. Tetapi kami melakukan ini karena sangat menghormati anda orang Indonesia," kata Hizbullah. (Merdeka)
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Sun 02 Jun 2013, 2:09 pm
Manuver 12 Kapal Selam RI Memaksa Belanda Angkat Kaki dari Papua
Quote :
Armada kapal selam RI yang tergabung dalam operasi Jayawijaya untuk mengambil paksa Papua yang dikuasai Belanda tahun 1962, memberikan andil besar dan menjadi kekuatan penggentar utama ciutnya nyali tempur Belanda.
Dimulai dengan kedatangan dua kapal selam pertama RI dari Rusia via Polandia tiba tanggal 12 September 1959 dari kelas Whiskey yaitu KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 403.
Waktu itu istilah KRI masih disebut dengan RI. Berikutnya datang lagi 4 kapal selam pada bulan Januari 1962 masih dari kelas yang sama, yaitu KRI Nagabanda 407, KRI Trisula 402, KRI Candrasa 408 dan KRI Nagarangsang 404.
Kloter terakhir berupa 6 kapal selam diterima bulan Desember 1962 yaitu KRI Wijayadanu 409, KRI Hendrajala 405, KRI Bramastra 412, KRI Pasopati 410, KRI Cundamani 411 dan KRI Alugoro 406.
Enam kapal selam yang terakhir ini sebenarnya berangkat dari Vladivostok Rusia bulan Juli 1962 namun ketika sampai di perairan laut Sulawesi diperintahkan langsung ke perairan Papua via Morotai dan langsung diawaki oleh pelaut Rusia.
Awaknya sendiri dari TNI AL sebenarnya sudah ikut pelatihan awak kapal selam di Vladivostok, dan pulang ke Surabaya naik kapal penumpang. Itu sebabnya penyerahan 6 kapal selam ini baru dilakukan Desember 1962 di Surabaya ketika konflik Trikora sudah selesai.
Mengapa demikian, karena Komando Mandala sedang mempersiapkan operasi gabungan amphibi untuk menyerbu Biak pada bulan Juli 1962 dengan target tanggal 17 Agustus 1962 bendera Merah Putih sudah bisa dikibarkan di bumi Papua.
Begitu instruksi Presiden Soekarno pada Mayjen Soeharto selaku Panglima Mandala. Jauh hari sebelum hari H itu, manuver kapal selam RI membuat armada kapal perang Belanda berdebar kencang karena Whiskey Class itu seperti hantu laut, terasa ada terdengar tidak apalagi terlihat.
Operasi kapal selam RI yang penuh rahasia sangat mengkhawatirkan armada Belanda yang menjaga perairan Papua. Belanda memang unggul dalam informasi elektronika dan informasi intelijen dalam konflik ini, namun tak berdaya menghadapi manuver armada kapal selam RI.
Mirip sosok monster yang setiap saat muncul menembakkan torpedo mautnya yang paling modern pada saat itu. Armada kapal selam RI berperan besar dalam menyusupkan pasukan TNI ke daratan Papua. Salah satunya operasi penyusupan pasukan komando RPKAD melalui kapal selam KRI Tjandrasa berhasil mendaratkan 15 pasukan komando RI di teluk Tanah Merah Papua pertengahan Agustus 1962.
Belanda sejatinya masih mengharapkan bantuan dari AS dan Australia dalam mempertahankan eksistensinya di tanah Papua jika terjadi perang terbuka dengan Indonesia.
Namun berdasarkan informasi intelijen yang dilakukan Armada ke 7 AS yang berpangkalan di Teluk Subic Filipina, konflik terbuka antara Indonesia versus Belanda akan mempermalukan bangsa Eropa / Barat karena sangat memungkinkan Indonesia (sebagai bangsa Asia) akan memenangkan pertarungan paling berdarah ini, jika terjadi.
Pada saat yang sama AS juga sedang bergumul di Perang Vietnam, tentu AS tidak mau membuka front kedua membantu Belanda sebagai sekutunya selama ini.
Hasil pemantauan berupa gambar sangat mencengangkan AS bahwa Indonesia sedang mempersiapkan penyerbuan besar-besaran ke Biak. Setidaknya di Teluk Peleng (Sulawesi) telah bersiap hampir seratus kapal perang RI baik combatan, angkut pasukan, logistik dan tanker.
Sementara seratusan pesawat tempur Mig 15, Mig 17, Mig 19, Mig 21 serta pesawat pembom Il-28 dan Tu-16 sudah stand by di pangkalan Madiun, Makassar, Manado, Morotai, Ambon, Tual.
Dari semua kekuatan taring yang dimiliki RI saat itu, kekuatan 12 kapal selam yang lalu lalang di perairan utara Papua sejak Mei sampai dengan Agustus 1962 merupakan pusat kegentaran armada Belanda yang dipimpin kapal induk Karel Doorman.
Kekuatan armada kapal selam RI yang dipusatkan di teluk Kupa-Kupa Maluku Utara merupakan satuan pemukul strategis yang berada diluar konvoy kapal perang RI.
Satuan ini bergerak lebih dulu, siluman, mencari dan menemukan kemudian menembakkan torpedo paling canggih saat itu SAET-50 homing torpedo pada setiap kapal perang Belanda yang ditemui mereka.
Armada kapal perang Belanda tidak mampu mendeteksi kehadiran Whiskey Class RI karena kesenyapannya berdiam diri di kedalaman 150 meter berhari-hari.
Waktu berjalan terus, persiapan perang terbuka semakin intensif, hari H penyerbuan telah ditetapkan 12 Agustus 1962, manuver kapal selam RI semakin giat melakukan operasi pengintaian terhadap target. Penyusupan pasukan melalui udara semakin sering dilakukan sebagai bagian dari mata dan telinga di kantong musuh pada saat penyerbuan nanti.
Kegentaran Belanda dengan situasi kritis ini dan statemen Presiden John F. Kennedy agar Belanda segera meninggalkan Papua memberikan angin segar bagi diplomasi RI yang dipimpin Adam Malik. Beberapa hari sebelum tanggal 17 Agustus 1962 Belanda bersetuju dengan gencatan senjata yang diberi sandi Awan Terang.
Oleh Pemerintah RI gencatan senjata resmi diberlakukan tanggal 18 Agustus 1962 namun Komando Mandala baru memperlakukan Awan Terang tanggal 25 Agustus 1962.
Sejarah kemudian mencatat Papua diserahkan ke Indonesia melalui PBB yang disebut UNTEA (United Nation Temporary Execution Authorities).
Tahapannya 1 Oktober 1962 Bendera Belanda diturunkan di tanah Papua, diganti dengan Bendera PBB. Tanggal 2 Oktober 1962 bendera Belanda dinaikkan lagi bersama bendera PBB sampai tanggal 31 Desember 1962.
Bendera Merah Putih berkibar 1 Januari 1963 bersama bendera PBB kemudian pada tanggal 1 Mei 1963 bendera PBB diturunkan, bendera Merah Putih berkibar sendirian, penanda resmi tanah Papua kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Catatan sejarah yang sering dilupakan orang adalah sebab-sebab terjadinya persetujuan melalui jalur diplomasi adalah kekuatan militer sebagai penggentar.
Tidaklah mungkin akan tercapai persetujuan pengembalian Papua jika Indonesia tak membangun kekuatan militer secara besar-besaran pada waktu itu termasuk kehadiran 12 kapal selam siluman yang menggentarkan itu.
Catatan penting lainnya adalah dalam kondisi ekonomi yang serba kurang waktu itu, Indonesia sanggup membangun kekuatan militer yang paling disegani di bumi selatan Asia, menghadirkan 12 kapal selam hanya dalam waktu 2-3 tahun.
Bandingkan dengan sekarang yang kondisi ekonomi kita jauh lebih kuat dan gagah, mau mendatangkan 3 kapal selam “kelas welter ringan” saja prosesnya mbulet sampai lima tahun.
Sebenarnya kalau kita mau kita bisa setara dengan era Trikora dulu, punya 12 kapal selam bahkan lebih. Kalau kita mau, pertanyaannya adalah apakah kita mau. Kalau memang ada kemauan pasti ada jalannya, kata pepatah, tetapi apakah kita memang mau.
*******
sumber hankam.Kompasiana.com
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Sat 15 Jun 2013, 11:40 pm
Taktik Barter Sukarno Melawan CIA
Quote :
Jakarta - Banyak cerita mengenai Bung Karno (6 Juni 1901-21 Juni 1970) di luar yang tertulis di sejarah.
Sukarno tergopoh-gopoh keluar dari kamarnya. Pagi itu perutnya melilit dan terburu-buru hendak masuk toilet Istana.
Sesaat sebelum masuk, ia menunjuk ke arah tumpukan koran, yang setiap pagi ditaruh di muka kamarnya. “Heh, ayo cepat, itu koran semua aku mau baca di kakus,” kata Sukarno.
Namun orang yang dimintai tolong malah menyandera harian Suluh Indonesia, corong Partai Nasional Indonesia. “Apa benar ini berita Bapak menukar Pope dengan jalan bypass?” tanya Guntur Soekarno.
Pope yang dimaksud adalah Allen Lawrence Pope, pilot asal Amerika Serikat yang pesawatnya, B-26 Invader, ditembak jatuh TNI di Maluku pada 1958. Saat itu Pope, yang pensiunan militer Amerika, tengah menjalani misi pengeboman CIA buat menyokong pemberontakan Perdjuangan Rakjat Semesta alias Permesta.
Pope awalnya disebut Amerika sebagai tentara bayaran. Nahas bagi Pope. Saat dibekuk, dia membawa banyak dokumen yang mengindikasikan dia memang bekerja buat CIA lewat Civil Air Transport, maskapai yang dipakai dinas rahasia Amerika itu buat operasinya di Timur Jauh.
Pope setidaknya 12 kali membombardir lapangan udara TNI dan pelabuhan sipil di Maluku dan Sulawesi. Pria asal Miami itu hanya mengakui dua misi penerbangan saja, tapi pengadilan Indonesia pada 1960 memvonisnya hukuman mati.
Pada 1961, Presiden Dwight D. Eisenhower diganti John F. Kennedy. Gaya politik luar negeri Amerika pun berubah dan lebih bersahabat terhadap Indonesia.
Sukarno, yang sebelumnya akan digergaji kursi presidennya, malah diundang ke Gedung Putih. Diduga saat itulah masalah Pope dibahas.
Setahun setelah pertemuan itu, Pope diam-diam diantar pesawat Negeri Abang Sam di bandara Jakarta. Sebelum dia dipulangkan, Sukarno berpesan, ”Jangan muncul ke publik, jangan membuat cerita aneh-aneh. Pulang dan menghilanglah dan kami akan melupakan semuanya,” ujarnya seperti ditulis dalam bukuSubversion as Foreign Policy The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia.
Pemulangan Pope itu tidaklah gratis. Kennedy mesti membarternya dengan pesawat angkut Hercules dan dana pembangunan jalan bypass dari Cawang ke Tanjung Priok.
Lain lagi cerita Bambang Avianto, putra sulung Marsekal Pertama Joko Nurtanio. Anak penggagas industri penerbangan Indonesia itu menunjuk pada bangkai helikopter Bell-47 J2A Roger, yang 30 tahun teronggok di ujung landas pacu Husein Sastranegara.
Bambang mengatakan helikopter kepresidenan era Sukarno itu merupakan hadiah Presiden Kennedy. Helikopter berjulukan si Walet itu status resminya hadiah, tapi sejatinya bagian dari barter dengan Pope. “Itulah salah satu kelebihan diplomasi Bung Karno,” ujarnya.
Kennedy memang ingin menjauhkan Sukarno dari Cina dan Uni Soviet. Taktik yang dipakai adalah memberi bantuan nonmiliter.
Namun bernarkah Sukarno menukar Pope dengan pesawat dan sejumlah proyek pembangunan? Ketika Guntur Soekarno mendesak soal itu, ayahnya cuma tertawa.
Usai urusannya di toilet istana pada 1960-an itu, Sukarno cuma berujar, “Mudah-mudahan Amerika kirim Pope yang lain. Kalau tertangkap nanti, aku minta tukar dengan Ava Gardner dan Yvonne de Carlo!”
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Tue 02 Jul 2013, 1:47 pm
Indonesian War of Independence- In HD Color 1946
Indonesian War of Independence 1945-1949
British,Dutch,Amerika,Australian
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Tue 02 Jul 2013, 2:48 pm
OPERASI TRIKORA
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Sun 20 Oct 2013, 9:18 pm
Pasukan elite tak konsentrasi patroli lihat wanita Dayak seksi
Cleopatra di belantara Kalimantan. Penumpasan PGRS, Paraku
Quote :
"Merdeka.com - Tahun 1968, Letnan Dua AM Hendropriyono baru lulus dari Akademi Militer Magelang. Sebelum mengikuti latihan komando, para perwira remaja ini diperintahkan Komandan Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat (Puspassus AD kini Kopassus) Brigjen Wijoyo Suyono ke Kalimantan Barat.
Saat itu di sana sedang digelar operasi militer untuk menumpas gerombolan Pasukan Gerilya Rakyat Serawah (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku).
"Kalian pergi untuk belajar bertempur," kata Brigjen Willy, sapaan Wijoyo pada delapan perwira muda itu. Maka Hendro dan kawan-kawan bergabung ke Detasemen Tempur 13 Pasukan Khusus Angkatan Darat yang dipimpin Kapten Inf Sugito.
Ada tiga kompi yang bertugas dalam misi tersebut. Mereka berangkat dengan kapal Angkatan Laut dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta menuju Pontianak, Kalimantan Barat.
Kemudian pasukan itu dibagi-bagi, naik perahu menyusuri Sungai Kapuas ke Sintang. Lalu pasukan baret merah itu dipecah di Lanjak.
Peleton Hendro yang dipimpin Capa Saniyo bergerak menuju Nangabadau. Hal itu ditulis Hendropriyono dalam buku berjudul Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin.
yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Hendro menggambarkan perjalanan keluar masuk hutan belantara di Kalimantan menguras tenaga.
Naik turun bukit sejauh 30 km dengan membawa beban berat di punggung sangat melelahkan. Namun kelelahan itu lenyap saat Hendro dan pasukannya berpapasan dengan wanita-wanita Dayak yang cantik.
"Kelelahan terasa sangat berkurang karena terpikat oleh pemandangan indah luar bisa yang belum pernah saya saksikan sebelumnya.
Kecantikan gadis-gadis Dayak Iban yang berpapasan di sepanjang jalan, aduhai, menggetarkan hati saya. Mereka berkulit langsat dan bertelanjang dada," beber Hendro (hal 86).
Maka Hendro pun mengingatkan prajurit-prajurit baret merah itu untuk terus menatap ke depan jika berpapasan dengan rombongan suku Dayak.
"Pandang lurus ke depan. Tetap waspada," kata Hendro. "Suatu kali saya dengar suara anggota, lirik kanan ada Cleopatra! Disambut tawa cekikan para prajurit anak buah sambil memandang ke arah moleknya gadis yang kami papasi," lanjut Hendro.
Sebelum bertugas, seluruh pasukan telah dibekali pengarahan oleh Asisten Operasi Kolonel Kistam. Pasukan ABRI tak boleh mengganggu rakyat karena kita berebut simpati dengan musuh untuk merebut hati rakyat.
Satu hal yang harus dilakukan dalam operasi antigerilya adalah membuat musuh tak lagi mendapat dukungan dari rakyat.
Selain itu prajurit juga tak boleh mengganggu gadis Dayak Iban. Walau suka sama suka, jika ketahuan orang tua dan tidak terima, bisa gawat.
"Kamu bisa dipenggal! Atau kamu kena denda untuk membeli *toot* yang harganya mahal. Kodam tidak mau membantu uang untuk membayar denda karena kesalahanmu," kata Kolonel Kistam disambut tawa prajurit."]
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Mon 21 Oct 2013, 12:28 pm
Ketika Dua anggota Marinir di gantung di Singapura....!!!
Quote :
Marinir dulu bernama KKO atau Korps Komando Operasi. Sejak dulu merupakan satuan elite TNI AL.
Sepanjang sejarah Indonesia, Marinir hampir selalu turun dalam setiap palagan. Kisah yang paling menarik adalah soal Sersan Usman dan Kopral Harun.
Dua prajurit KKO ini digantung pemerintah Singapura saat konfrontasi Dwikora tahun 1968. Periode 1960an, pemerintahan Soekarno memang gerah dengan pembentukan Negara Malaysia. Singapura yang anggota persemakmuran Inggris ini juga dianggap pangkalan Blok Barat yang dapat mengancam Republik Indonesia.
Dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat), Soekarno mengirim ribuan sukarelawan untuk bertempur di perbatasan Kalimantan dan Serawak. Berbagai operasi intelijen juga digelar di Selat Malaka dan Singapura, Tujuannya untuk mengganggu stabilitas keamanan di Singapura.
Adalah Usman dan Harun, dua anggota satuan elite KKO yang ditugaskan untuk mengebom pusat keramaian di Jl Orchard, Singapura. Mereka berhasil menyusup ke Mac Donald House dan meledakkan bom waktu di pusat perkantoran yang digunakan Hongkong and Shanghai Bank itu.
Ledakan dahsyat itu menghancurkan gedung tersebut dan gedung-gedung sekitarnya. Tiga orang tewas sementara 33 orang terluka parah. Beberapa mobil di Jl Orchard hancur berantakan. Peristiwa itu terjadi 10 Maret 1965. Setelah menyelesaikan misinya, Usman dan Harun berusaha keluar Singapura.
Mereka berusaha menumpang kapal-kapal dagang yang hendak meninggalkan Singapura namun tidak berhasil. Pemerintah Singapura telah mengerahkan seluruh armadanya untuk memblokir Selat Malaka.
Hampir tidak ada kesempatan untuk kabur. Usman dan Harun kemudian mengambil alih sebuah kapal motor. Malang, di tengah laut kapal ini mogok. Mereka pun tidak bisa lari dan ditangkap patroli Singapura.
Keduanya dijebloskan ke penjara. Hakim mengganjar mereka dengan hukuman gantung atas kasus pembunuhan, penggunaan bahan peledak dan melakukan tindakan terorisme. Pemerintah Indonesia mencoba banding dan mengupayakan semua bantuan hukum dan diplomasi.
Gagal, semuanya ditolak Singapura. Suatu pagi, selepas subuh tanggal 17 Oktober 1968, keduanya dikeluarkan dari sel mereka. Dengan tangan terborgol dua prajurit ini dibawa ke tiang gantungan.
Tepat pukul 06.00 waktu setempat, keduanya tewas di tiang gantungan. Presiden Soeharto langsung memberikan gelar pahlawan nasional untuk keduanya. Sebuah Hercules diterbangkan untuk menjemput jenazah keduanya.
Pangkat mereka dinaikkan satu tingkat secara anumerta. Mereka juga mendapat bintang sakti, penghargaan paling tinggi di republik ini. Setelah tiba di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam hingga Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Semuanya menangisi nasib dua prajurit ini dan mengutuk Malaysia. Apalagi Korps KKO yang merasa paling kehilangan. "Jika diperintahkan KKO siap merebut Singapura," ujar Komandan KKO, Mayjen Mukiyat geram di depan jenazah anak buahnya.
Tapi hal itu tidak terjadi. Presiden Soeharto enggan meneruskan konflik dengan Malaysia dan Singapura. Namun Soeharto tidak membiarkan peristiwa ini berlalu begitu saja. Saat Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew akan berkunjung ke Indonesia, Soeharto mengajukan syarat. Orang nomor satu Singapura itu harus menaburkan bunga di makam Harun dan Usman. Hal itu disetujui oleh Perdana Menteri Lee. Hubungan Indonesia dan Singapura pun akhirnya membaik."]
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Mon 21 Oct 2013, 12:42 pm
Duel maut satu lawan satu Kopassus vs gerilyawan Kalimantan
Jenderal Purn AM Hendropriyono meluncurkan buku berjudul Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013.
Buku ini mengisahkan operasi militer pasukan khusus Angkatan Darat melawan gerombolan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sekitar tahun 1968-1974. Banyak kisah menarik di dalamnya.
Salah satu hal yang menarik adalah upaya penangkapan petinggi PGRS/Paraku dengan jabatan Sekretaris Wilayah III Mempawah Siauw Ah San. Tim Halilintar pimpinan Kapten Hendropriyono bisa mendapatkan info soal Ah San dari Tee Siat Moy, istrinya yang berkhianat.
Siat Moy mau membantu TNI dengan syarat Ah San tak dibunuh. Maka Hendro memimpin 11 prajurit Halilintar Prayudha Kopasandha (kini Kopassus) untuk meringkus Ah San hidup-hidup.
Mereka tidak membawa senjata api, hanya pisau komando sebagai senjata. Hanya Hendro yang membawa pistol untuk berjaga-jaga. Setiap personel dilengkapi dengan handy talky (HT).
3 Desember 1973 pukul 16.00, tim mulai merayap ke sasaran yang jauhnya sekitar 4,5 km melewati hutan rimba yang lebat.
Kecepatan merayap pun ditentukan. Kode hijau artinya merayap 10 meter per menit, kode kuning berarti lima meter per menit.
Sedangkan kode merah artinya berhenti merayap. Ditargetkan mereka bisa sampai di titik terakhir pukul 22.00. Lalu melakukan operasi penyerbuan di gubuk Ah San pukul 04.00, keesokan harinya.
Baru setengah jam merayap, tim sudah dihadang ular kobra. Ada juga yang ternyata melintasi sarang kobra. Untung saat latihan komando mereka sudah praktik menjinakkan ular kobra sehingga tak ada yang kena patuk.
Di tengah kegelapan malam, anak buah Hendro juga berhasil melumpuhkan beberapa penjaga secara senyap. Pukul 22.25 WIB, tim sudah sampai di lokasi yang ditentukan. Masih cukup lama menunggu waktu operasi.
Namun rupanya kemudian lewat HT, Intelijen melaporkan Ah San tak ada di pondok tersebut. Seluruh tim sangat kecewa.
Baru pukul 14.00 Siat Moy dan perwira intelijen Kodim Mempawah memastikan Ah San ada di pondok. Maka kembali kegembiraan melingkupi seluruh anggota tim.
Dengan kecepatan kuning mereka terus merayap mendekati sasaran hingga akhirnya dari jarak 200 meter terlihatlah pondok kayu. Itulah rumah persembunyian Ah San.
Tiba-tiba anjing-anjing penjaga pondok tersebut berloncatan ke arah tim Halilintar sambil mengonggong keras. Hendro segera meneriakkan komando "Serbuuuuu," katanya sambil lari sekencang-kencangnya ke arah pondok.
"Abdullah alias Pelda Kongsenlani mendahului saya lima detik untuk tiba di sasaran. Dia mendobrak pintu dengan tendangan mae-geri dan langsung masuk. Saya mendobrak jendela dan meloncat masuk," beber Hendro.
Hendro berteriak pada Ah San. "Menyerahlah Siauw Ah San, kami bukan mau membunuhmu." Tapi Ah San enggan menyerah. Dia menyabet perut Kongsenlani dengan bayonet hingga usus prajurit itu terburai.
Hendro menyuruh anak buahnya keluar pondok. Dia sendiri bertarung satu lawan satu dengan Ah San. "Dengan sigap saya lemparkan pisau komando ke tubuh Ah San.
Tapi tidak menancap telak, hanya mengena ringan di dada kanannya," Hendro menggambarkan peristiwa menegangkan itu. Kini Hendro tanpa senjata harus menghadapi Ah San yang bersenjatakan bayonet.
Memang ada senjata yang ditaruh di belakang tubuh Hendro, tapi mengambil senjata dalam keadaan duel seperti ini butuh beberapa detik. Hendro takut Ah San keburu menusuknya.
Hendro lalu melompat dan menendang dada Ah San. Berhasil, tetapi sebelum jatuh Ah San sempat menusuk paha kiri Hendro hingga sampai tulang. Darah langsung mengucur, rasanya ngilu sekali.
Ah San kemudian berusaha menusuk dada kiri Hendro. Hendro berusaha menangkis dengan tangan. Akibatnya lengannya terluka parah dan jari-jari kanannya nyaris putus.
Celakanya pistol di pinggang belakang Hendro melorot masuk ke dalam celananya. Butuh perjuangan baginya untuk meraih pistol itu dengan jari-jari yang nyaris putus.
Akhirnya Hendro berhasil meraihnya. Perwira baret merah ini menembak dua kali. Tapi hanya sekali pistol meletus, satunya lagi macet. Pistol segera jatuh karena Hendro tak mampu lagi memegangnya. Peluru itu mengenai perut Ah San.
Membuatnya limbung, Hendro yang juga kehabisan tenaga membantingnya dengan teknik o-goshi. Kemudian Hendro menjatuhkan tubuhnya keras-keras di atas tubuh Ah San.
Duel maut itu selesai. Ah San tewas, tetapi Hendro pun terluka parah. Beruntung anak buahnya segera datang menyelamatkan Hendro. Rupanya saat diserang tadi Ah San sudah membakar gubuknya sendiri. Tujuannya agar pasukan penyerang sama-sama mati terbakar.
Hendro sempat meminta maaf pada Siat Moy tak bisa menangkap Ah San hidup-hidup. Sambil menangis Siat Moy mengaku bisa memaklumi hal ini. "Saya lihat sendiri, Atew (panggilan untuk Hendro) telah berusaha dan memang Siauw Ah San yang keras kepala.
Saya sangat sedih melihat Atew seperti ini," kata Siat Moy. Hendro menderita sebelas luka di tubuhnya. Kondisinya cukup parah, namun Hendro masih meminta anak buahnya untuk memakamkan Ah San secara layak. "Mau dimakamkan pakai ritual apa, dia tidak punya agama," kata Phang Lee Chong, mantan tokoh PGRS/Paraku yang kini berpihak pada TNI.
Hendro menukas, "Namanya Siauw Ah San alias Hasan, makamkan saja secara Islam." Luka-luka Hendro dan Kongsenlani berhasil disembuhkan. Hendro mendapat Satya Lencana Bhakti, tanda jasa khusus bagi tentara yang terluka dalam pertempuran. wrote:
HangPC2 Captain
Posts : 936 Reputation : 144 Join date : 22/04/2010 Age : 42 Location : Langkasuka
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Tue 22 Oct 2013, 10:56 am
red army wrote:
Ketika Dua anggota Marinir di gantung di Singapura....!!!
Quote :
Marinir dulu bernama KKO atau Korps Komando Operasi. Sejak dulu merupakan satuan elite TNI AL.
Sepanjang sejarah Indonesia, Marinir hampir selalu turun dalam setiap palagan. Kisah yang paling menarik adalah soal Sersan Usman dan Kopral Harun.
Dua prajurit KKO ini digantung pemerintah Singapura saat konfrontasi Dwikora tahun 1968. Periode 1960an, pemerintahan Soekarno memang gerah dengan pembentukan Negara Malaysia. Singapura yang anggota persemakmuran Inggris ini juga dianggap pangkalan Blok Barat yang dapat mengancam Republik Indonesia.
Dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat), Soekarno mengirim ribuan sukarelawan untuk bertempur di perbatasan Kalimantan dan Serawak. Berbagai operasi intelijen juga digelar di Selat Malaka dan Singapura, Tujuannya untuk mengganggu stabilitas keamanan di Singapura.
Adalah Usman dan Harun, dua anggota satuan elite KKO yang ditugaskan untuk mengebom pusat keramaian di Jl Orchard, Singapura. Mereka berhasil menyusup ke Mac Donald House dan meledakkan bom waktu di pusat perkantoran yang digunakan Hongkong and Shanghai Bank itu.
Ledakan dahsyat itu menghancurkan gedung tersebut dan gedung-gedung sekitarnya. Tiga orang tewas sementara 33 orang terluka parah. Beberapa mobil di Jl Orchard hancur berantakan. Peristiwa itu terjadi 10 Maret 1965. Setelah menyelesaikan misinya, Usman dan Harun berusaha keluar Singapura.
Mereka berusaha menumpang kapal-kapal dagang yang hendak meninggalkan Singapura namun tidak berhasil. Pemerintah Singapura telah mengerahkan seluruh armadanya untuk memblokir Selat Malaka.
Hampir tidak ada kesempatan untuk kabur. Usman dan Harun kemudian mengambil alih sebuah kapal motor. Malang, di tengah laut kapal ini mogok. Mereka pun tidak bisa lari dan ditangkap patroli Singapura.
Keduanya dijebloskan ke penjara. Hakim mengganjar mereka dengan hukuman gantung atas kasus pembunuhan, penggunaan bahan peledak dan melakukan tindakan terorisme. Pemerintah Indonesia mencoba banding dan mengupayakan semua bantuan hukum dan diplomasi.
Gagal, semuanya ditolak Singapura. Suatu pagi, selepas subuh tanggal 17 Oktober 1968, keduanya dikeluarkan dari sel mereka. Dengan tangan terborgol dua prajurit ini dibawa ke tiang gantungan.
Tepat pukul 06.00 waktu setempat, keduanya tewas di tiang gantungan. Presiden Soeharto langsung memberikan gelar pahlawan nasional untuk keduanya. Sebuah Hercules diterbangkan untuk menjemput jenazah keduanya.
Pangkat mereka dinaikkan satu tingkat secara anumerta. Mereka juga mendapat bintang sakti, penghargaan paling tinggi di republik ini. Setelah tiba di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam hingga Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Semuanya menangisi nasib dua prajurit ini dan mengutuk Malaysia. Apalagi Korps KKO yang merasa paling kehilangan. "Jika diperintahkan KKO siap merebut Singapura," ujar Komandan KKO, Mayjen Mukiyat geram di depan jenazah anak buahnya.
Tapi hal itu tidak terjadi. Presiden Soeharto enggan meneruskan konflik dengan Malaysia dan Singapura. Namun Soeharto tidak membiarkan peristiwa ini berlalu begitu saja. Saat Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew akan berkunjung ke Indonesia, Soeharto mengajukan syarat. Orang nomor satu Singapura itu harus menaburkan bunga di makam Harun dan Usman. Hal itu disetujui oleh Perdana Menteri Lee. Hubungan Indonesia dan Singapura pun akhirnya membaik."]
bakal ada dalam TV Siri HBO... Serangoon Road (TV series)
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Tue 22 Oct 2013, 9:06 pm
HangPC2 wrote:
red army wrote:
Ketika Dua anggota Marinir di gantung di Singapura....!!!
Quote :
Marinir dulu bernama KKO atau Korps Komando Operasi. Sejak dulu merupakan satuan elite TNI AL.
Sepanjang sejarah Indonesia, Marinir hampir selalu turun dalam setiap palagan. Kisah yang paling menarik adalah soal Sersan Usman dan Kopral Harun.
Dua prajurit KKO ini digantung pemerintah Singapura saat konfrontasi Dwikora tahun 1968. Periode 1960an, pemerintahan Soekarno memang gerah dengan pembentukan Negara Malaysia. Singapura yang anggota persemakmuran Inggris ini juga dianggap pangkalan Blok Barat yang dapat mengancam Republik Indonesia.
Dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat), Soekarno mengirim ribuan sukarelawan untuk bertempur di perbatasan Kalimantan dan Serawak. Berbagai operasi intelijen juga digelar di Selat Malaka dan Singapura, Tujuannya untuk mengganggu stabilitas keamanan di Singapura.
Adalah Usman dan Harun, dua anggota satuan elite KKO yang ditugaskan untuk mengebom pusat keramaian di Jl Orchard, Singapura. Mereka berhasil menyusup ke Mac Donald House dan meledakkan bom waktu di pusat perkantoran yang digunakan Hongkong and Shanghai Bank itu.
Ledakan dahsyat itu menghancurkan gedung tersebut dan gedung-gedung sekitarnya. Tiga orang tewas sementara 33 orang terluka parah. Beberapa mobil di Jl Orchard hancur berantakan. Peristiwa itu terjadi 10 Maret 1965. Setelah menyelesaikan misinya, Usman dan Harun berusaha keluar Singapura.
Mereka berusaha menumpang kapal-kapal dagang yang hendak meninggalkan Singapura namun tidak berhasil. Pemerintah Singapura telah mengerahkan seluruh armadanya untuk memblokir Selat Malaka.
Hampir tidak ada kesempatan untuk kabur. Usman dan Harun kemudian mengambil alih sebuah kapal motor. Malang, di tengah laut kapal ini mogok. Mereka pun tidak bisa lari dan ditangkap patroli Singapura.
Keduanya dijebloskan ke penjara. Hakim mengganjar mereka dengan hukuman gantung atas kasus pembunuhan, penggunaan bahan peledak dan melakukan tindakan terorisme. Pemerintah Indonesia mencoba banding dan mengupayakan semua bantuan hukum dan diplomasi.
Gagal, semuanya ditolak Singapura. Suatu pagi, selepas subuh tanggal 17 Oktober 1968, keduanya dikeluarkan dari sel mereka. Dengan tangan terborgol dua prajurit ini dibawa ke tiang gantungan.
Tepat pukul 06.00 waktu setempat, keduanya tewas di tiang gantungan. Presiden Soeharto langsung memberikan gelar pahlawan nasional untuk keduanya. Sebuah Hercules diterbangkan untuk menjemput jenazah keduanya.
Pangkat mereka dinaikkan satu tingkat secara anumerta. Mereka juga mendapat bintang sakti, penghargaan paling tinggi di republik ini. Setelah tiba di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam hingga Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Semuanya menangisi nasib dua prajurit ini dan mengutuk Malaysia. Apalagi Korps KKO yang merasa paling kehilangan. "Jika diperintahkan KKO siap merebut Singapura," ujar Komandan KKO, Mayjen Mukiyat geram di depan jenazah anak buahnya.
Tapi hal itu tidak terjadi. Presiden Soeharto enggan meneruskan konflik dengan Malaysia dan Singapura. Namun Soeharto tidak membiarkan peristiwa ini berlalu begitu saja. Saat Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew akan berkunjung ke Indonesia, Soeharto mengajukan syarat. Orang nomor satu Singapura itu harus menaburkan bunga di makam Harun dan Usman. Hal itu disetujui oleh Perdana Menteri Lee. Hubungan Indonesia dan Singapura pun akhirnya membaik."]
bakal ada dalam TV Siri HBO... Serangoon Road (TV series)
di HBO jadwalnya 22 September 2013 bro..saya penasaran mau nonton.di youtube ada nda?
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Sun 10 Nov 2013, 2:53 pm
Kisah 10 November 1945.HARI PAHLAWAN
Bung Tomo, Radio Pemberontakan, dan Teriakan `Allahu Akbar`
Radio milik Bung Tomo.
Quote :
Liputan6.com, Surabaya : Bung Tomo berdusta. Kepada para pemimpin lokal di Surabaya, ia mengklaim mendapat izin untuk mendirikan radio dari Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin. Pada kenyataannya, saat bertemu Amir di Jakarta, izin itu tak diberikan.
Berita Terkait Sekutu Mengancam, `Banteng-banteng` Surabaya Melawan Sekutu Mengancam, `Banteng-banteng` Surabaya Melawan Siapa Membunuh Jenderal Mallaby? Siapa Membunuh Jenderal Mallaby? Pria bernama asli Sutomo tersebut melakukannya lantaran kecewa berat.
Di Jakarta, pasukan Sekutu datang pada 30 September 1945. Para serdadu Belanda ikut rombongan. Hal yang membuatnya gundah: bendera Belanda berkibar di mana-mana. Saat itu, Bung Tomo masih berstatus wartawan kantor berita ANTARA. Ia juga kepala bagian penerangan Pemuda Republik Indonesia (PRI), organisasi terpenting dan terbesar di Surabaya saat itu.
Sebelumnya, pada 19 Desember, sebuah insiden terjadi di Hotel Yamato atau Hotel Oranye, Surabaya. Sekelompok orang Belanda memasang bendera mereka. Rakyat marah. Seorang Belanda tewas dan bendera merah-putih-biru itu diturunkan. Bagian biru dibuang, tinggal merah-putih, yang langsung dikerek naik.
Sementara, di Jakarta, Bung Karno meminta para pemuda untuk menahan diri, tak memulai konfrontasi bersenjata. Lalu, Bung Tomo kembali ke Surabaya. "Kita (di Surabaya) telah memperoleh kemerdekaan, sementara di ibukota rakyat Indonesia terpaksa hidup dalam ketakutan," katanya seperti dicatat sejarawan William H. Frederick dari Universitas Ohio, AS.
Ia mundur dari PRI karena menganggap organisasi yang dipimpin Soemarsono ini terlampau 'lembek.' Badan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) didirikannya. Bung Tomo juga mundur dari ANTARA. Di masa itu, mengundurkan diri bukan perkara sepele. Bung Tomo sempat mau 'dihabisi' rekan-rekannya di PRI karena dianggap memecah-belah rakyat.
Radio milik Bung Tomo. Kemudian, sebuah radio akhirnya benar-benar didirikan Bung Tomo untuk terus memelihara semangat perlawanan. Radio tersebut diberi nama 'Radio Pemberontakan' dan mulai mengudara pada 16 Oktober 1945. Di hari-hari pertama, pemancarnya masih meminjam milik RRI Surabaya.
Penyiar utamanya, ya, Bung Tomo. Dengan suara menggelegar dan intonasi memikat, pria kelahiran 3 Oktober 1920 itu secara rutin muncul untuk menyampaikan pidato. Sebelum dan sesudah pidato, ia selalu selalu meneriakkan "Allahu Akbar."
Menurut Frederick, berdasarkan penelitiannya untuk Ph.D, cara itu ditempuh demi memikat kalangan santri yang sangat dibutuhkan tapi banyak yang belum tergerak menceburkan diri dalam gerakan perlawanan menyambut kedatangan tentara Sekutu. Jakarta sesungguhnya tak terlalu suka dengan langkah-langkah suami Sulistina ini.
Dianggap terlalu 'menghasut' untuk perang, melupakan jalan diplomasi. Tapi, mereka tak bisa berbuat banyak. K'tut Tantri Mengudara Siaran juga dilakukan dalam bahasa Inggris. Orang yang melakukannya adalah perempuan Amerika Serikat kelahiran Skotlandia, Muriel Pearson, atau lebih dikenal sebagai K'tut Tantri.
Tantri siaran dua kali dalam semalam. "Tujuannya adalah memberikan penjelasan kepada mereka yang berbahasa Inggris di dunia mengenai kisah perjuangan bangsa Indonesia. Kisah dari sudut pandang rakyat Indonesia sendiri," tulis Tantri dalam otobiografinya, Revolt in Paradise. Pada 25 Oktober 1945, pasukan Inggris yang mewakili Sekutu akhirnya tiba di Surabaya.
"Kita ekstremis dan rakyat sekarang tidak percaya lagi pada ucapan-ucapan manis. Kita tidak percaya setiap gerakan (yang mereka lakukan) selama kemerdekaan Republik tetap tidak diakui! Kita akan menembak, kita akan mengalirkan darah siapa pun yang merintangi jalan kita! Kalau kita tidak diberi Kemerdekaan sepenuhnya, kita akan menghancurkan gedung-gedung dan pabrik-pabrik imperialis dengan granat tangan dan dinamit yang kita miliki..."
"Ribuan rakyat yang kelaparan, telanjang, dan dihina oleh kolonialis, akan menjalankan revolusi ini. Kita kaum ekstremis, kita yang memberontak dengan penuh semangat revolusi, bersama dengan rakyat Indonesia, yang pernah ditindas oleh penjajahan, lebih senang melihat Indonesia banjir darah dan tenggelam ke dasar samudera daripada dijajah sekali lagi! Tuhan akan melindungi kita! Merdeka! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!"
Pertempuran akhirnya pecah pada 27 Oktober 1945 setelah pasukan Inggris membebaskan sejumlah intel Belanda yang ditangkap sebulan sebelumnya. Mereka lalu mengambil alih beberapa instalasi penting seperti kantor jawatan kereta api, kantor telepon dan telegraf, serta rumah sakit. Tapi, mereka kalah jumlah.
Kontak senjata sempat jeda setelah Bung Karno, Bung Hatta, dan Amir Sjarifuddin datang ke Surabaya. Trio ini datang atas permintaan Inggris yang terdesak. Namun, 3 hari kemudian, Mallaby tewas. Ultimatum dijatuhkan: para pemimpin Surabaya harus menyerah paling lambat pukul 18.00 pada 9 November 1945. Semua rakyat yang memegang senjata juga harus melakukan hal serupa. Lalu, pembunuh Mallaby menyerahkan diri.
Jika tidak dipatuhi, pada 10 November mulai pukul 06.00, Inggris akan mulai menggempur. Permintaan itu tak dituruti. Pada 9 November, Bung Tomo lagi-lagi berpidato di radio. Nukilannya:
"Saudara-saudara rakyat Surabaya. Bersiaplah! Keadaan genting. Tetapi saya peringatkan sekali lagi. Jangan mulai menembak. Baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu." "Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita, Saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap. Merdeka atau mati! Dan kita yakin, Saudara-saudara, akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah, Saudara-saudara! "Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!" (Yus)"]
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Sun 10 Nov 2013, 3:00 pm
"Liputan6.com, Surabaya : Sabtu, 27 Oktober 1945. Menjelang siang, sebuah pesawat militer menjatuhkan ribuan pamflet di atas Surabaya. Isi pamflet itu:
Sekutu akan menegakkan keamanan dan ketertiban. Hanya tentara Sekutu yang boleh membawa senjata. Jika ada pihak lain yang membawa senjata, bakal ditembak."
Pamflet itu diteken Mayjen. D.C. Hawthorn, Panglima Sekutu untuk wilayah Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Pamflet serupa juga disebar di Jakarta, Bandung, dan Semarang. Tapi, ditanggapi dingin-dingin saja.
Di Surabaya, lain cerita. Mereka sangat Curiga, Belanda memanfaatkan kedatangan Sekutu untuk kembali menjajah dan menumbangkan Republik Indonesia yang masih bayi.
Seluruh senjata diminta diserahkan dalam tempo 48 jam. Namun, selepas magrib, pertempuran telah pecah di berbagai sudut kota.
Brigade ke-49 India, yang mewakili Sekutu di Surabaya dan dipimpin Brigjen AWS Mallaby, berjumlah 6.000 orang. Harap diingat, pada tahun itu, India masih bagian dari Inggris. Hampir seluruh anggota brigade itu adalah kaum Gurkha.
Mereka berhadapan dengan sekitar 30 ribu anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan puluhan ribu rakyat sipil bersenjata.
Selain unggul dalam jumlah personel, pihak Republik juga memiliki 12 tank dan beberapa meriam. Semua hasil rampasan dari Jepang. Pun, dukungan total dari seluruh rakyat tanpa mengenal usia.
Hal lain, pihak Republik sukses memutus pasokan listrik dan air bersih ke pasukan Sekutu. Mereka mati kutu. Di tengah-tengah situasi itu, Sekutu meminta bantuan pimpinan tertinggi Republik.
Pada 29 Oktober pagi, sebuah pesawat Angkatan Udara Inggris mendarat di lapangan udara Morokrembangan, Surabaya. Pesawat itu membawa Bung Karno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin, dan sejumlah perwira Inggris.
Untuk beberapa jam, trio pemimpin itu berada di markas tentara Inggris. Akhirnya disepakati gencatan senjata.
"Mereka memberikan kepadaku sebuah jip dan mulailah aku menenteramkan keadaan...Aku berkeliling ke seluruh penjuru di mana saja pahlawan-pahlawan muda kami berada..." kata Bung Karno dalam otobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Dalam perjalanan, konvoi dihentikan. Soemarsono, ketua Pemuda Republik Indonesia (PRI), berdiri di tengah jalan. Ratusan anak buahnya mengepung dengan senjata di tangan. Bung Karno keluar dari mobil.
"Bung, kenapa pertempuran kita hentikan? Inggris sebentar lagi akan kita kalahkan," kata Soemarsono seperti dicatat Hersutejo dalam Soemarsono: Pemimpin Perlawanan Rakyat Surabaya 1945 yang Dilupakan.
Bung Karno bersikap tenang dan meminta Amir Sjarifuddin keluar. Soemarsono, yang merupakan kader Amir di Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), tak menyangka patronnya ikut dalam rombongan.
Amir berujar, "Hal ini sudah didiskusikan dengan kawan-kawan di Jakarta. We have to win the war, not the battle."
Meski kecewa, Soemarsono patuh. Ia mengantar rombongan ke RRI Surabaya. Melalui corong radio, Bung Karno menyerukan seluruh rakyat Surabaya untuk meletakkan senjata.
Ditegaskan, Republik tak memusuhi Sekutu yang datang untuk melucuti militer Jepang yang baru takluk di Perang Dunia II.
Keesokan harinya, perundingan digelar. Sekutu diwakili Mallaby dan Hawthorn. Pamflet yang disebar 27 Oktober menjadi sumber perdebatan sengit. Akhirnya, Hawthorn menyatakan pamflet itu ditarik.
Setelah beberapa perjanjian disepakati, pada 30 Oktober siang, para pemimpin Republik kembali ke Jakarta. Tapi, suasana tenang hanya bertahan beberapa jam.
Pada malam harinya, sebuah insiden menewaskan Mallaby. Sekutu benar-benar marah. Inilah yang mengantarkan kedua pihak dalam pertempuran besar-besaran sejak 10 November dan beberapa hari setelahnya. (Yus)
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Sun 10 Nov 2013, 3:08 pm
Siapa Membunuh Jenderal Mallaby?
Mobil yang ditumpangi Mallaby saat tewas.
Quote :
"Liputan6.com, Surabaya : Sukarno, Mohammad Hatta, dan Amir Sjarifuddin kembali ke Jakarta. Misi menghentikan kontak senjata antara rakyat Surabaya dan tentara Sekutu dianggap tuntas. "
Memang secara umum pertempuran sudah stop pada 30 Oktober 1945 itu. Hanya di titik-titik tertentu yang masih berlangsung.
Biro Penghubung yang dibentuk untuk mengawasi gencatan senjata berkeliling mulai sekitar pukul 17.30, menyampaikan hasil kesepakatan.
Dari pihak Indonesia, anggota Biro Penghubung antara lain Residen Soedirman, Doel Arnowo (Ketua Komite Nasional Indonesia), Roeslan Abdulgani (Sekretaris KNI), Muhammad (TKR), Sungkono (TKR), dan T.D. Kundan (penerjemah). Sedangkan dari pihak Sekutu ada Panglima Brigade ke-49 India, Brigjen Mallaby, Kolonel L.H.O. Pugh, dan Kapten H. Shaw.
Biro Penghubung berkeliling karena "...tak bisa mengandalkan siaran radio saja karena keadaan aliran listrik kota," kata Soemarsono, ketua Pemuda Rakyat Indonesia (PRI), seperti dicatat Hersutejo dalam Soemarsono:
Pemimpin Perlawanan Rakyat Surabaya 1945 yang Dilupakan. Saat berkeliling, Mallaby didampingi Kapten H. Shaw, Kapten R.C. Smith, dan Kapten T.L. Laughland.
Dua lokasi yang masih 'panas' adalah Gedung Lindeteves di Jembatan Semut dan Gedung Internatio di Jembatan Merah. Kalau keadaan di lokasi pertama bisa dengan gampang diredakan, situasi di lokasi kedua jauh berbeda.
Gedung Internatio saat itu diduduki tentara Sekutu di bawah pimpinan Mayor K. Venu Gopal. Gedung tersebut dikepung sekitar 500 pemuda bersenjata. Ketika rombongan Biro Penghubung tiba di halaman gedung tersebut, massa segera mengerumuni.
Langsung dijelaskan bahwa gencatan senjata diberlakukan. Mereka patuh. Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan. Mobil baru bergerak sekitar 90 meter, sekelompok massa lain menghadang.
Ternyata, ini kelompok yang lebih beringas dan tidak kooperatif. Pedang dihunus, pistol dan senapan diacungkan. Lebih jauh, senjata para perwira Sekutu disita. Gagal upaya anggota Biro Penghubung untuk mencegah.
"...massa pemuda menuntut pasukan Inggris di Gedung Internatio meletakkan senjata dan berbaris keluar. Mereka berjanji, para prajurit dan perwira Inggris bebas kembali ke lapangan udara," kata Smith seperti dikutip J.G.A. Parrot dalam laporan penelitian berjudul Who Killed Brigadier Mallaby? yang dimuat di jurnal Indonesia edisi 20 Oktober 1975.
Smith, Mohammad, dan Kundan masuk. "Saya mengizinkan ketiga orang tersebut masuk, dengan harapan mengulur waktu. Setelah beberapa waktu, Kundan keluar dari Gedung, meninggalkan Kapten Shaw dan perwira Indonesia tadi..." tulis Gopal dalam suratnya tertanggal 8 Agustus 1974 ke Parrot.
"Sementara, orang-orang bersenjata mulai mendesak masuk ke gedung, saya tidak punya pilihan lain, kecuali mengawali serangan. Keputusan ini benar-benar saya buat sendiri,” lanjut Gopal.
Baku tembak meletus. Menurut Smith, tak lama kemudian datang seorang Indonesia bersenjata mendekati mobil dan menembak empat kali ke arah mereka. Tembakan meleset, tapi mereka berpura-pura mati. Menyangka musuhnya tewas, orang tersebut pergi.
Pertempuran berakhir sekitar pukul 20.30. Sesudah itu, lanjut Smith, datang dua pemuda ke mobil. Mereka berusaha menjalankan mobil, namun gagal.
Seorang di antaranya kemudian membuka pintu belakang pada sisi Mallaby. Sang Jenderal bergerak, yang membuat pemuda itu tahu Mallaby masih hidup. Terjadilah percakapan.
Mallaby meminta agar dipanggilkan salah seorang anggota Biro Penghubung dari Indonesia. Kedua pemuda kemudian pergi.
Salah seorang di antaranya datang kembali ke pintu depan pada sisi Mallaby. Perbincangan kembali terjadi. Mendadak pemuda tersebut mengulurkan tangannya lewat jendela depan dan menembak Mallaby dengan pistol. Jenderal itu meregang nyawa.
Melihat kejadian tersebut, Smith mencabut pasak granat yang diterimanya dari Laughland. Si pemuda bereaksi dengan menembak kedua perwira Inggris itu. Tembakannya menyambar bahu Laughland.
Smith segera melemparkan granat melampaui tubuh Mallaby lewat pintu yang terbuka. Smith dan Laughland cepat-cepat lari dan terjun ke Kali Mas.
Akibat ledakan granat, tempat duduk belakang mobil terbakar dan pemuda itu diduga tewas. Setelah beberapa jam di Kali Mas, kedua perwira Inggris itu berhasil bergabung kembali dengan pasukan mereka.
Kematian Mallaby mengundang Sekutu untuk memberikan ultimatum. Yaitu, pemimpin dan rakyat Surabaya harus menyerah paling lambat pada 9 November pukul 18.00. Perintah itu tak pernah dipatuhi dan pertempuran 10 November meletus. (Yus)
red army Colonel
Posts : 2572 Reputation : 154 Join date : 16/05/2011 Age : 79 Location : suatu sudut Indonesia
Subject: Re: Untold Story Of Indonesia Sun 10 Nov 2013, 3:14 pm
Baru 5 hari di Surabaya, Inggris kehilangan jenderal
Quote :
"Dalam menghadapi Jerman dalam Perang Dunia II, Inggris tak pernah kehilangan satu pun jenderalnya. Namun saat pasukan Inggris tiba di Surabaya, lima hari kemudian atau pada 30 Oktober 1945 seorang jenderalnya terbunuh, yakni Brigadir A.W.S. Mallaby.
Inilah muasal pertempuran 10 November 1945. Dalam catatan Batara R. Hutagalung dalam buku, "10 November 1945: Mengapa Inggris Membom Surabaya?" (2001) menyebutkan, sebagai salah satu pemenang Perang Dunia II, Inggris bertujuan untuk melucuti senjata pasukan Jepang yang masih berada di Indonesia.
Brigadir Mallaby tiba dengan pasukannya pada 25 Oktober 1945 di Surabaya. Pasukannya dikenal dengan Brigade 49 yang jumlah sekitar 6.000 pasukan. Brigade 49 juga bagian Divisi 23 pasukan Inggris yang dikenal dengan 'The Fighting Cock', yang memiliki pengalaman mengalahkan tentara Jepang di hutan Burma.
Batara Hutagalung yang juga Pendiri dan Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) menuliskan, tugas pokok Mallaby di Surabaya dari perintah Panglima Tertinggi Tentara Sekutu Komando Asia Tenggara Vice Admiral Lord Louis Mountbatten ada tiga hal. Pertama, melucuti senjata pasukan Jepang dan mengatur kepulangan.
Kedua, membebaskan para tawanan Sekutu yang ditahan Jepang di Asia Tenggara. Ketiga, untuk menciptakan keamanan dan ketertiban. "Ternyata ada tugas rahasia yang dilakukan oleh tentara Inggris dengan mengatasnamakan Sekutu, bertujuan mengembalikan Indonesia kembali sebagai jajahan Belanda," tulis Batara. Hal itu dianalisa Batara dari dokumen Konferensi Yalta, sebuah kesepakatan antara Inggris-Amerika Serikat dan perjanjian bilateral Inggris dengan Belanda.
Menurut Batara, hal itu adalah penyimpangan yang menggunakan atas nama aliansi pasukan Sekutu. Pada 27 Oktober 1945, sekitar siang hari, sebuah pesawat Dakota terbang di atas Kota Surabaya dan menyebarkan pamflet. Pamflet itu berisi, agar seluruh penduduk menyerahkan senjatanya rampasan dari tentara Jepang kepada perwakilan Sekutu di Surabaya, yakni Inggris.
Tenggat waktu yang diberikan hanya 2 x 24 jam. Pamflet itu instruksiMayor Jenderal Hawthorn, Panglima Divisi 23. Ancaman dalam pamflet itu akan menembak mereka yang tak taat.
Dalam pandangan Batara, saat pamflet disebarkan, Mallaby dikabarkan kaget, karena sehari sebelum kesepakatan, Inggris dan Indonesia tidak menyebut klausul penyerahan senjata.
Namun, karena atasan yang memerintahkan, Mallaby akhirnya melaksanakan perintah, mulai dari penahan kendaraan dan menyita senjata yang dimiliki republik.
Tentara dan penduduk di Surabaya tidak terima dengan hak itu, Inggris dianggap melanggar perjanjian sebelumnya. Selain itu Inggris terlihat akan mengembalikan Indonesia sebagai negeri jajahan kepada Belanda. Sempat terjadi perundingan dengan Badan Keamanan Rakyat dengan Inggris, namun tak mencapai kesepakatan.
Pasukan Republik di Surabaya memperkirakan untung rugi jika menyerahkan senjata ke Inggris akan membuat republik akan lumpuh.
Salah satu perhitungan untuk melawan adalah, pasukan Inggris baru datang di Surabaya dan tidak mengenal wilayah Surabaya.
Kemudian kekuatan pasukan Inggris hanya satu brigade. Selain itu Inggris belum mengetahui jumlah pasukan Indonesia yang ada di Surabaya dan sekitar. Maka pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Mallaby tahu Inggris akan kalah jika melawan.
Maka dia minta agar Bung Karno dan Panglima Pasukan Inggris Divisi 23 Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya untuk melakukan perundingan damai. Perundingan kesepakatan damai terjadi 30 Oktober 1945.
Isi perdamaian itu menghentikan tembakan dan Inggris menarik mundur pasukan di Surabaya secepatnya. Usai perundingan, sekitar sore hari, Mallaby yang ingin memberitahukan itu ke pos-pos pasukannya.
Saat mobilnya mendekati pos pasukannya di gedung Internatio atau dekat Jembatan Merah, mobilnya dikepung oleh pemuda.
Dalam situasi panik dan tegang itu, terjadi baku tembak antara pemuda dan pasukan Inggris dan membuat tewas Mallaby."]